Jakarta (Antara Babel) - Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menegaskan
bahwa KPK memiliki dasar yang kuat untuk tidak memenuhi permintaan
Komisi III DPR yang meminta supaya rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani
kembali diputar.
"Kami memiliki dasar yang kuat dan patut untuk menolak permintaan
DPR membuka rekaman tersebut," kata Laode di Gedung Mahkamah Konstitusi
Jakarta, Kamis.
Laode mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan selaku
pihak terkait dalam sidang uji materi UU MD3 terkait ketentuan hak
angket DPR terhadap KPK.
"Kami menilai pembukaan rekaman tersebut telah nyata-nyata
melanggar prinsip-prinsip dalam sistem penegakan hukum pidana yang
terpadu," kata Laode.
Dia melanjutkan bahwa rekaman tersebut hanya dapat dibuka dalam proses penegakan hukum.
Selain itu, pembukaan rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani
dikatakan Laode berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena
terdapat nama-nama anggota Dewan yang terkait dalam rekaman tersebut.
"Apalagi permintaan Komisi III DPR waktu itu justru menekankan pada
nama-nama yang disebutkan dalam rekaman yang dimaksud," kata Laode.
Laode kemudian menjelaskan bila KPK memenuhi permintaan tersebut,
maka seluruh kasus yang ditangani KPK yang menyangkut anggota DPR akan
berpotensi terus dibuka dengan pola yang sama sebelum penegakan hukum
dilakukan.
"Hal itu tidak sesuai dengan amanah yang diberikan UU KPK serta TP
MPR Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan
dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ujar Laode.
Ia menjelaskan bahwa ketentuan tersebut merupakan amanah reformasi
untuk menjadikan penegak hukum yang independen serta bebas dari segala
intervensi.
KPK menyebutkan bahwa penolakan KPK untuk memutar rekaman
pemeriksaan Miryam S. Haryani sebagaimana permintaan Komisi III DPR
dalam Rapat Dengar Pendapat beberapa waktu lalu, menjadi pemicu
penggunaan hak angket DPR terhadap KPK.
Laode: KPK Miliki Dasar Kuat Tidak Putar Rekaman Miryam
Kamis, 28 September 2017 22:50 WIB
Hal itu tidak sesuai dengan amanah yang diberikan UU KPK serta TP MPR Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.