Jakarta (Antaranews Babel) - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menemui Presiden Joko Widodo untuk meminta agar pengganti hakim konstitusi Maria Farida yang akan habis masa jabatannya pada Agustus 2018 segera dicari.
"Pada kesempatan ini yang habis masa jabatannya adalah Prof Maria yang habis pada Agustus 2018. Kebetulan habisnya bersamaan dengan kita menyelenggarakan pilkada, berarti perselisihan pilkada tentunya ada yang masuk ke MK, oleh karena itu kita mohon perhatian bapak Presiden karena Prof Maria berasal dari usulan Presiden maka kita harapkan bisa terisi dengan batas waktu yang pas tepat sehingga kita tidak ada kekosongan hakim dan tetap genap 9 orang," kata Arief di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Arief datang bersama dengan Wakil Ketua MK Anwar Usman dan Sekretaris Jenderal MK M Guntur Hamzah.
Masa jabatan hakim konstitusi yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tetap selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Maria Farida sudah menjadi Hakim Konstitusi untuk dua periode yaitu 2008-2013 dan 2013-2018.
Berdasarkan Pasal 19 UU MK, pencalonan hakim konstitusi harus memenuhi prinsip transparan dan partisipatif yang diajukan masing-masing lembaga yang berwenang yaitu dari Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.
"Sesuai UU, 6 bulan sebelum habis masa jabatan hakim MK, MK secara kelembagaan harus menyampaikan surat kepada lembaga pengusul hakim MK," ungkap Arief.
Arief mengaku dalam pertemuannya tersebut tidak meminta secara khusus agar pengganti Maria juga adalah hakim perempuan untuk memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan.
"Nggak, ya itu mungkin Presiden punya pertimbangan kalau yang digantikan unsur perempuan mau diisi perempuan lagi ya terserah pada Presiden, kita tidak bisa mendorong, itu terserah pada lembaga pengusulnya," tambah Arief.
Menurut Arief, hakim konstitusi pengganti Maria nantinya harus paham betul mengenai ideologi Pancasila, paham betul mengenai konstitusi dan mempunyai kompetensi di bidang ketatanegaraan dan konstitusi secara luas.
"Karena MK bukan hanya peradilan politik, MK itu seksi sekali karena perkara yang masuk pengujian UU itu mulai dari A-Z, kehidupan bernegara masuk di MK. ada perkara politik, ekonomi, peternakan perikanan sampai pada perkara budaya dan agama juga masuk ke MK," ungkap Arief.
Sehingga menurut Arief, hakim MK nantinya harus punya kemampuan luar biasa.
Sebelumnya Patrialis Akbar diajukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhyono sebagai hakim konstitusi pada 2013 lalu, namun pada 2017 Patrialis terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini menjalani vonis selama delapan tahun penjara.