Jakarta (Antaranews Babel) - Komisi III DPR menyoroti adanya nota kesepahaman atau "MoU" yang dilakukan Kejaksaan Agung dengan Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya terkait penanganan kasus tindak pidana korupsi.
"Bagaimana momentum koordinasi Kejaksaan dengan Kepolisian dan KPK membangun peta jalan pemberantasan korupsi sehingga menjadi pedoman bukan ego sektoral," kata anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Didik mengatakan selama masing-masing lembaga memiliki peta jalan pemberantasan korupsi sendiri-sendiri sehingga kalau semuanya bersatu maka target pemberantasan korupsi bisa dicapai.
Menurut dia, peta jalan itu harus menjadi kesatuan bersama dan berkelanjutan sehingga penanganan korupsi bukan hanya penindakan namun membangun sistem dan kerangka kerja.
"Kalau itu terbentuk maka siapapun yang memiliki perilaku koruptif ketika masuk sistem tersebut tidak bisa melakukan korupsi dan terlempar dari sistem itu," ujarnya.
Dia mengatakan kalau kita mengedepankan penindakan saja tentu korupsi tidak bisa berhenti padahal kebutuhan bangsa Indonesia, perilaku koruptif harus dihentikan.
Didik menginginkan agar Kejaksaan memikirkan bagaimana korupsi harus dihentikan salah satunya dengan membuat zona integritas melalui pencegahan dan pembentukan perilaku.
"Apa yang salah dengan pemberantasan korupsi kalau persepsi dengan penindakan aparat penegak hukum korupsi tidak berhenti. Karena itu tidak hanya penindakan namun bagaimana bersama agar tidak terjadi kerugian negara," katanya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasem Taufiqulhadi menilai "MoU" Kejaksaan dengan Polri dan KPK sudah tepat namun kalau ada lembaga yang tidak melaksanakannya, itu adalah persoalan lain.
Dia menilai "MoU" tersebut harus diperbanyak karena bisa mengamankan uang negara sehingga langkah pemberantasan korupsi bisa efektif.
"Kerjasama itu tidak ada yang salah, justru kami mendorong agar diperbanyak karena mengamankan uang negara," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung M. Prasetyo dalam RDP dengan Komisi III DPR mengatakan pada 6 Maret 2018 ditanda tangani perjanjian kerjasama antara institusinya, KPK, dan Polri dalam penanganan tindak pidana korupsi meliputi pertukaran dan sinergi data penanganan korupsi di Pilkada.
Dia menilai "MoU" tersebut sebagai satu langkah kebijakan yang merupakan bagian dari pencegahan karena selama ini penindakan belum berbanding lurus dengan perbaikan indeks korupsi di Indonesia.
Hal itu menurut dia dapat dilihat dari makin maraknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjaring kepala daerah maupun calon kepala daerah.
Berita Terkait
Kasus Ferdy Sambo jadi momen Kapolri bersih-bersih Polri
22 Agustus 2022 11:25
Anggota DPR RI minta polri ungkap hasil autopsi jenazah Brigadir J
22 Juli 2022 11:30
Didik Mukrianto: polri harus transparan tangani kasus Akidi Tio
4 Agustus 2021 12:44
Anggota DPR pertanyakan putusan pengurangan hukuman terpidana kasus narkoba
28 Juni 2021 10:33