Jakarta (Antaranews Babel) - Peraturan taksi dalam jaringan (daring) diusulkan dalam bentuk Peraturan Presiden dan bukan lagi Peraturan Menteri karena melibatkan sejumlah kementerian dan sudah tiga kali dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
"Jadi ini usulan dari alinasi itu jangan PM (Peraturan Menteri), apakah di Perpres bisa, karena sekarang tidak lagi dikenal lagi Surat Keputusan Bersama," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Budi mengatakan pihaknya sudah membahas ini kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Apakah secara legal bisa, kalau PM, artinya kementerian lain buat, Kemenkominfo juga ada regulasinya, karena juga terkait hubungan tenaga kerja, kepolisian juga ada di situ, atau menjadi satu, pasnya apa peraturannya," katanya.
Budi juga menyampaikan bahwa Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sudah berpesan agar membuat peraturan yang tidak bisa digugat lagi.
"Penekanan Pak Menteri berpesan ke saya gimana caranya untuk peraturan nanti kalau bisa tidak digugat lagi. Capai nanti kita enggak kerja-kerja, kami hati-hati menyusun ini, proses awal melibatkan berbagai pihak," katanya.
Ia menambahkan tidak akan ada pengulangan poin-poin yang sama dengan PM sebelumnya, yaitu PM 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
"Tidak akan memuat sama lagi, yang dulu pernah dibatalkan PM 26 tidak ada lagi," katanya.
Selain itu, lanjut dia, aliansi pengemudi taksi daring sudah membentuk Tim 7 yang akan mewakili aspirasi-aspirasi dari para pengemudi.
"Mereka menjalin juga ke semua pihak, ke Korlantas dan Kemenkominfo," katanya.
Sebelumnya, MA telah membatalkan sebanyak tiga peraturan taksi daring, yaitu PM 108/2017, PM 26/2017 dan PM 32/2016.