Jakarta (Antaranews Babel) - Badan Pemenangan Nasional pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno tidak mempermasalahkan bergabungnya 15 menteri di tim sukses pasangan capres-cawapres nomor urut satu, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Tidak masalah, silakan saja. Biarkan rakyat yang menilai, mencerdaskan rakyat atau tidak," kata Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso, di kediamannya di Bambu Apus, Jakarta Timur, Jumat malam.
Ia pun menyayangkan bila gubernur dan menteri mendukung salah satu capres-cawapres, sementara Aparatur Sipil Negara (ASN) diharuskan netral.
"Sekarang rakyat sudah cerdas, biarkan rakyat yang menilai," kata Djoko.
Sementara itu, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, keterlibatan 15 menteri di Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf akan mengganggu kinerjanya sebagai menteri.
"Pasti terganggu kerja para menteri itu. Enggak mungkin enggak terganggu. Bahkan berpotensi ada penyalahgunaan kekuasaan. Itu berbahaya," kata Dahnil sebelum rapat di kediaman Djoko Santoso, di Bambu Apus, Jakarta Timur, Jumat malam.
Ia meminta agar para menteri untuk fokus bekerja di pemerintahan Jokowi.
"Fokus saja tugas sebagai menteri atau pilihannya kedua, yaitu mundur," kata Dahnil.
Ia menyebut Presiden Jokowi harus banyak belajar dari Mahfud MD yang menolak menjadi timses mengingat Mahfud masih menjabat Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Karena bagi Mahfud itu etikanya tidak elok. Idealnya para menteri ini bersikap seperti Pak Mahfud," katanya.
Bahkan, Din Syamsuddin mundur sebagai Utusan Khusus Presiden untuk menghindari konflik kepentingan di tubuh PP Muhammadiyah.
"Nah, ini lebih elok ya. Bagi saya standar etika Pak Din dan Pak Mahfud itu jauh lebih tinggi ketimbang para menteri yang jadi timses. Jadi, bagi saya 15 menteri jadi timses ada masalah standar etika kita sebagai negarawan. Itu jadi masalah," kata Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini.