Jakarta (Antaranews Babel) - Kementerian Kesehatan memastikan ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi seperti kesehatan ibu hamil dan bayi pascabencana tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung.
“Setiap bencana keberadaan subcluster kesehatan menjadi prioritas karena berhubungan langsung dengan kesehatan dan keselamatan nyawa korban, termasuk dalam hal ini kesehatan reprodksi. Karena, dalam situasi bencana yang menangani ibu hamil dan bayi atau kesehatan reproduksi remaja adalah pelayanan kesehatan reproduksi,” kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Kemenkes menyediakan akses pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak dalam masa tanggap darurat bencana, seperti untuk mengantisipasi ibu hamil yang akan bersalin. Selain itu disiapkan juga rumah sakit sebagai rujukan apabila terjadi masalah serius pada ibu hamil.
Jika rumah sakit rujukan tidak tersedia, akan dipastikan keberadaan petugas kesehatan di Puskesmas atau pos kesehatan agar dapat melakukan pelayanan darurat untuk obstetri dasar dan perawatan neonatal. Petugas kesehatan juga melalui bimbingan dan konsultasi dengan tenaga yang lebih ahli.
Kejadian bencana, menurut Nila, juga dapat memicu kekerasan seksual pada perempuan yang bisa terjadi dipicu karena kondisi infrastruktur wilayah terdampak bencana yang rusak.
Beberapa hal yang menjadi perhatian seperti tenda dan toilet tidak terpisah antara perempuan dan laki-laki, lokasi sumber air bersih yang jauh dari pengungsian, tidak tersedianya penerangan yang memadai karena aliran listrik terputus, dan tidak ada sistem keamanan di pengungsian, seperti ronda malam.
Untuk mencegah hal tersebut, perlu koordinasi dengan BNPB atau BPBD dan Dinas Sosial untuk menempatkan kelompok rentan di pengungsian. Selain itu diupayakan MCK laki-laki dan perempuan disediakan terpisah, namun jika tidak memungkinkan diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk saling menjaga.
Selain itu Nila juga mengatakan perlu penerangan yang cukup dan memastikan pintu MCK dapat dikunci dari dalam. Dilakukan juga koordinasi dengan penanggung jawab keamanan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Tenaga kesehatan memastikan tersedianya pelayanan medis dan psikososial di pengungsian dan memastikan adanya mekanisme rujukan, perlindungan dan hukum yang terkoordinasi untuk penyintas.
Pada masa tanggap darurat juga perlu mencegah terjadinya penularan HIV karena kebutuhan darah akan meningkat karena banyaknya korban terluka.
Transfusi darah yang aman sangat penting untuk mencegah penularan HIV dan infeksi lain yang dapat menular melalui transfusi, seperti hepatitis B, hepatitis C dan sifilis.