Medan (Antara Babel) - PT Freeport harus mengikuti ketentuan hukum yang
berlaku di Indonesia karena perusahaan asing yang mengelola pertambangan emas itu beroperasi di Nusantara.
"Selain itu Freeport juga mengelola sumber daya alam yang berada di
wilayah Indonesia," kata Dosen Hukum Internasional Universitas Sumatera
Utara (USU) Prof Dr Suhaidi, SH di Medan, Sabtu.
Indonesia, menurut dia, harus konsisten mempertahankan Peraturan
Pemerintah, bahwa Freeport yang memegang Kontrak Karya (KK) harus
beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan
Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Hal tersebut merupakan peraturan baru yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat yang harus dipatuhi Freeport dan jangan diabaikan atau
mencari alasan lain, untuk tidak melaksanakan ketentuan tersebut," ujar
Suhaidi.
Ia menyebutkan, pemerintah harus mempertahankan ketentuan kontrak itu, demi kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat.
Kontrak yang dilakukan Freeport, juga harus sesuai dengan hukum di Indonesia dan harus dipatuhi.
"Jadi, PT Freeport yang beroperasi di Indonesia, harus menghormati
segala peraturan yang diberlakukan oleh pemerintah," ucapnya.
Suhaidi menambahkan, pihak PT Freeport juga tidak perlu mengeluarkan
statement akan menggugat pemerintah Indonesia jika belum mendapatkan
keputusan negosiasi kontrak yang saat ini masih dalam perdebatan.
Cara-cara yang seperti itu, tidak akan menyelesaikan permasalahan
yang terjadi, dan sebaliknya semakin memperkeruh suasana menjadi meluas.
PT Freeport juga tidak berhak dan memiliki kewenangan untuk mempertahankan KK yang ditandatangani pada tahun 1991 itu.
"Jadi, Kontrak Karya PT Freeport dirubah menjadi Izin Usaha
Pertambangan Khusus, merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan harus
dilaksanakan sepenuhnya," kata Guru Besar Fakultas Hukum USU itu.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu
Bara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah
syarat.
Yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP
(izin usaha pertambangan) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK)
serta membuat pernyataan kesediaan membangun "smelter" dalam jangka
waktu 5 tahun. Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.
Pemerintah menyodorkan perubahan status PT FI dari sebelumnya
kontrak karya (KK) menjadi IUPK agar bisa tetap melanjutkan operasi di
Indonesia.
Sementara itu, Freeport bersikeras tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan dalam KK 1991.
Lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh
mempertahankan status KK, Freeport hingga saat ini menghentikan
aktivitas produksi sehingga menyebabkan relatif banyak karyawan yang
dirumahkan dan diberhentikan.
Akademisi: Freeport Harus Ikuti Hukum di Indonesia
Sabtu, 25 Februari 2017 22:23 WIB