Pada 21 April 1879 telah lahir seorang putri bernama Raden Ajeng Kartini yang membanggakan Ibu Pertiwi dengan gagasannya tentang emansipasi wanita di masa kolonial. Raden Ajeng Kartini yang lahir di sebuah kota kecil Jepara, Jawa Tengah, itu menjadi tokoh nasional penggerak kesetaraan dan perkembangan pendidikan bagi perempuan Indonesia.
Kini, di masa modern telah banyak perempuan-perempuan yang menjadi "Kartini" di dunia yang serba canggih, dan mampu berkiprah, berbagi dan menolong banyak masyarakat dengan berbagai kemampuan serta gagasannya.
Perjuangan "Kartini" modern sebagai penerus perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini, kini juga banyak dilakukan tokoh-tokoh perempuan di berbagai daerah di Tanah Air, di antaranya adalah dua wanita asal Lampung yang memiliki latar belakang berbeda, yakni Uniroh (seorang guru) dan Maria Novitawati (seorang psikolog).
Meski memiliki latar belakang berbeda, dua orang "Kartini" asal Lampung ini memiliki satu tujuan yang sejalan yakni menjangkau anak-anak yang termarjinalkan, atau yang kurang mendapatkan perhatian dan kadang terlupakan oleh khalayak, dengan jalan memfasilitasi untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Penggagas PKBM
Uniroh, "Kartini" asal Lampung ini memberi kesempatan bagi anak termarginalkan, dengan menggagas berdirinya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pesona Pulau Tegal, Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
PKBM Pesona Pulau Tegal menjadi sekolah informal satu-satunya yang mampu memfasilitasi anak-anak di Pulau Tegal untuk mengenyam pendidikan yang setara dengan anak-anak lain di seberang pulau, tepatnya di desa-desa di Kecamatan Teluk Pandan, dan Padang Cermin.
Pada 2016 silam, Uniroh yang juga seorang guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Desa Gebang, Kabupaten Pesawaran, datang ke Pulau Tegal yang ada di seberang bersama anak perempuannya untuk melakukan penelitian.
Melihat kondisi anak-anak di pulau yang belum mampu baca tulis dan belum menjadikan pendidikan sebagai prioritas, membuatnya tergerak untuk menjangkau anak-anak pulau itu dengan fasilitas pendidikan.
"Meski jumlahnya tak banyak, anak-anak Pulau Tegal juga merupakan generasi penerus bangsa yang dilindungi negara dan dalam undang-undang wajib mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Saya sebagai guru sekaligus PNS berkewajiban untuk menyediakan akses itu kepada anak-anak pulau. Jadi, saya berjanji saat itu akan kembali lagi ke sana dengan membawa pendidikan bagi mereka," ujar Uniroh dengan bersemangat mengingat janjinya di masa lampau.
Pendirian PKBM Pulau Tegal pun akhirnya dilakukan setelah mengurus berbagai izin administrasi dengan bantuan berbagai pihak terkait. Sebelumnya ruang belajar hanya berlantai tanah, tanpa ada fasilitas yang memadai, kini telah berkembang dengan berbagai fasilitas yang baik.
PKBM Pesona Pulau Tegal kini memiliki ruang belajar berlantai keramik meski tak cukup luas, dengan dilengkapi kursi meja, smart TV, papan tulis, mesin jahit bagi pendukung pembelajaran, sarana toilet, ruang baca, hingga satu unit kapal bagi operasional para relawan guru untuk menyeberang pulau setiap hari. Untuk menuju Pulau Tegal membutuhkan waktu perjalanan sekitar 25-30 menit dari Dermaga Pantai Ringgung.
Keberadaan PKBM Pesona Pulau Tegal telah mampu mengubah anak-anak menjadi sosok yang berbeda melalui pendidikan. Anak-anak yang sebelumnya sama sekali tidak bisa membaca hingga usia kelas 6 sekolah dasar, kini mereka telah mampu baca tulis, bahkan juga mengikuti mata pelajaran layaknya siswa di sekolah formal di seberang pulau.
Hal tersebut membuat para orang tua siswa kini telah ikut serta berperan, dengan membantu menyediakan bensin bagi operasional kapal para guru relawan. Bahkan, para bapak melakukan piket harian untuk mengantar para guru menyeberang menggunakan kapal didampingi para ibu di pulau tersebut.
Jumlah siswa PKBM Pulau Tegal saat ini sebanyak 35 anak. Mereka ada di jenjang SD, SMP, dan SMA. Sekolah informal itu memiliki delapan orang guru relawan sesuai bidang studi di kurikulum peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Meski berdiri sebagai sekolah informal PKBM Pesona Pulau Tegal tetap melakukan pembelajaran setiap hari, dan siswanya tetap menggunakan seragam sekolah layaknya sekolah formal, guna memberikan sensasi menjadi seorang yang tengah menjalankan pendidikan kepada anak-anak pulau.
Untuk memperkenalkan pendidikan kepada anak-anak pulau awalnya cukuplah sulit, karena mereka lebih gemar ikut melaut ataupun bekerja ketimbang belajar.
"Kadang baru belajar sampai pukul 10.00 WIB mereka sudah bosan. Jadi untuk menyiasati para guru relawan membawakan berbagai jajanan dari uang pribadi mereka guna menarik perhatian anak-anak agar mau belajar. Dulu anak-anak terlihat kumuh kurang terawat, kurang percaya diri, tidak mau bersosialisasi dengan orang luar pulau, sebelum mereka memahami pendidikan. Tapi sekarang mereka bahkan ada yang berprestasi di olahraga dayung antarsekolah di seberang, dan ini memang sihirnya pendidikan mampu merubah anak-anak menjadi percaya diri serta terbuka," tambahnya.
Bahkan, saat ini telah ada beberapa siswa yang mendapatkan beasiswa melanjutkan di sekolah formal, dan adapula yang lulus pendidikan tingkat SMA dan hendak melanjutkan pendidikan tinggi.
Dengan keberhasilan mengubah pola pikir warga dan anak-anak Pulau Tegal, Uniroh kini tengah merintis pembukaan pendidikan tingkat indria atau taman kanak-kanak di Pulau Tegal.
Kini, di masa modern telah banyak perempuan-perempuan yang menjadi "Kartini" di dunia yang serba canggih, dan mampu berkiprah, berbagi dan menolong banyak masyarakat dengan berbagai kemampuan serta gagasannya.
Perjuangan "Kartini" modern sebagai penerus perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini, kini juga banyak dilakukan tokoh-tokoh perempuan di berbagai daerah di Tanah Air, di antaranya adalah dua wanita asal Lampung yang memiliki latar belakang berbeda, yakni Uniroh (seorang guru) dan Maria Novitawati (seorang psikolog).
Meski memiliki latar belakang berbeda, dua orang "Kartini" asal Lampung ini memiliki satu tujuan yang sejalan yakni menjangkau anak-anak yang termarjinalkan, atau yang kurang mendapatkan perhatian dan kadang terlupakan oleh khalayak, dengan jalan memfasilitasi untuk mendapatkan pendidikan dan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Penggagas PKBM
Uniroh, "Kartini" asal Lampung ini memberi kesempatan bagi anak termarginalkan, dengan menggagas berdirinya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Pesona Pulau Tegal, Desa Gebang, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
PKBM Pesona Pulau Tegal menjadi sekolah informal satu-satunya yang mampu memfasilitasi anak-anak di Pulau Tegal untuk mengenyam pendidikan yang setara dengan anak-anak lain di seberang pulau, tepatnya di desa-desa di Kecamatan Teluk Pandan, dan Padang Cermin.
Pada 2016 silam, Uniroh yang juga seorang guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Desa Gebang, Kabupaten Pesawaran, datang ke Pulau Tegal yang ada di seberang bersama anak perempuannya untuk melakukan penelitian.
Melihat kondisi anak-anak di pulau yang belum mampu baca tulis dan belum menjadikan pendidikan sebagai prioritas, membuatnya tergerak untuk menjangkau anak-anak pulau itu dengan fasilitas pendidikan.
"Meski jumlahnya tak banyak, anak-anak Pulau Tegal juga merupakan generasi penerus bangsa yang dilindungi negara dan dalam undang-undang wajib mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Saya sebagai guru sekaligus PNS berkewajiban untuk menyediakan akses itu kepada anak-anak pulau. Jadi, saya berjanji saat itu akan kembali lagi ke sana dengan membawa pendidikan bagi mereka," ujar Uniroh dengan bersemangat mengingat janjinya di masa lampau.
Pendirian PKBM Pulau Tegal pun akhirnya dilakukan setelah mengurus berbagai izin administrasi dengan bantuan berbagai pihak terkait. Sebelumnya ruang belajar hanya berlantai tanah, tanpa ada fasilitas yang memadai, kini telah berkembang dengan berbagai fasilitas yang baik.
PKBM Pesona Pulau Tegal kini memiliki ruang belajar berlantai keramik meski tak cukup luas, dengan dilengkapi kursi meja, smart TV, papan tulis, mesin jahit bagi pendukung pembelajaran, sarana toilet, ruang baca, hingga satu unit kapal bagi operasional para relawan guru untuk menyeberang pulau setiap hari. Untuk menuju Pulau Tegal membutuhkan waktu perjalanan sekitar 25-30 menit dari Dermaga Pantai Ringgung.
Keberadaan PKBM Pesona Pulau Tegal telah mampu mengubah anak-anak menjadi sosok yang berbeda melalui pendidikan. Anak-anak yang sebelumnya sama sekali tidak bisa membaca hingga usia kelas 6 sekolah dasar, kini mereka telah mampu baca tulis, bahkan juga mengikuti mata pelajaran layaknya siswa di sekolah formal di seberang pulau.
Hal tersebut membuat para orang tua siswa kini telah ikut serta berperan, dengan membantu menyediakan bensin bagi operasional kapal para guru relawan. Bahkan, para bapak melakukan piket harian untuk mengantar para guru menyeberang menggunakan kapal didampingi para ibu di pulau tersebut.
Jumlah siswa PKBM Pulau Tegal saat ini sebanyak 35 anak. Mereka ada di jenjang SD, SMP, dan SMA. Sekolah informal itu memiliki delapan orang guru relawan sesuai bidang studi di kurikulum peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Meski berdiri sebagai sekolah informal PKBM Pesona Pulau Tegal tetap melakukan pembelajaran setiap hari, dan siswanya tetap menggunakan seragam sekolah layaknya sekolah formal, guna memberikan sensasi menjadi seorang yang tengah menjalankan pendidikan kepada anak-anak pulau.
Untuk memperkenalkan pendidikan kepada anak-anak pulau awalnya cukuplah sulit, karena mereka lebih gemar ikut melaut ataupun bekerja ketimbang belajar.
"Kadang baru belajar sampai pukul 10.00 WIB mereka sudah bosan. Jadi untuk menyiasati para guru relawan membawakan berbagai jajanan dari uang pribadi mereka guna menarik perhatian anak-anak agar mau belajar. Dulu anak-anak terlihat kumuh kurang terawat, kurang percaya diri, tidak mau bersosialisasi dengan orang luar pulau, sebelum mereka memahami pendidikan. Tapi sekarang mereka bahkan ada yang berprestasi di olahraga dayung antarsekolah di seberang, dan ini memang sihirnya pendidikan mampu merubah anak-anak menjadi percaya diri serta terbuka," tambahnya.
Bahkan, saat ini telah ada beberapa siswa yang mendapatkan beasiswa melanjutkan di sekolah formal, dan adapula yang lulus pendidikan tingkat SMA dan hendak melanjutkan pendidikan tinggi.
Dengan keberhasilan mengubah pola pikir warga dan anak-anak Pulau Tegal, Uniroh kini tengah merintis pembukaan pendidikan tingkat indria atau taman kanak-kanak di Pulau Tegal.
Memfasilitasi disabilitas
Berbeda dengan Uniroh yang bertangan dingin menjangkau anak-anak termarjinalkan di Pulau Tegal melalui pendirian PKBM, "Kartini" asal Lampung lainnya yaitu Maria Novitawati yang seorang psikolog mencoba memberikan pendidikan vokasi dan akses pekerjaan kepada anak-anak berkebutuhan khusus atau disabilitas.
Pendidikan vokasi yang dilakukan Maria melalui pembentukan ruang kerja inklusi dan pelatihan kerja bagi difabel di Cafe Energi Positif serta Dapur Grow Suka Makan. Pendidikan ini mampu memfasilitasi tenaga kerja disabilitas dari sekolah luar biasa yang telah dinyatakan lulus pendidikan.
Berlatar belakang pendidikan psikologi dan pernah menjadi pengajar di taman kanak-kanak (TK) pada 2004 silam, Maria tak menyangka dirinya diberikan mandat oleh Sang Maha Kuasa untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus.
Ia memberanikan diri mengurus anak-anak berkebutuhan khusus dengan membuka terapi pada 2007, kemudian dilanjutkan dengan membuka sekolah luar biasa Growing Hope di 2010 hingga kini.
Tak berhenti di situ, ia pun tergerak untuk membuat lembaga pelatihan kerja bagi anak disabilitas sekaligus ruang bekerja bagi mereka setelah melihat banyak kekhawatiran dari orang tua siswa yang kebingungan anak mereka harus bekerja dimana, dan mampukah mereka diterima oleh masyarakat sebagai angkatan kerja.
Kafe inklusif Energi Positif dan Dapur Grow Suka Makan ini terbentuk atas kekhawatiran dan kebutuhan penyerapan tenaga kerja disabilitas yang sudah selesai di SLB. Banyak pertanyaan dari orang tua siswa, anak saya harus kemana. Ini pertanyaan singkat tapi sulit dijawab serta menjadi masalah besar yang harus dipikirkan.
"Akhirnya kami latih guru di SLB untuk memiliki keterampilan tataboga agar bisa melatih anak-anak memiliki keterampilan tataboga di Dapur Grow Suka Makan, dan bagi yang sesuai kualifikasi dari segi keseimbangan emosi, daya tangkap pesan, daya simpan memori dan berbagai hal bisa bekerja di Kafe Energi Positif," kata Maria berkisah.
Menurut dia, meskipun anak-anak berkebutuhan khusus ini mampu terfasilitasi terserap menjadi tenaga kerja sekaligus memiliki keterampilan kerja, mereka harus terus mendapatkan pendampingan dari guru pendamping ataupun pekerja pendamping khusus yang terbagi dalam tim-tim.
Sebab, para anak difabel tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga tidak semua bisa bertemu langsung dengan konsumen ataupun mengatasi keramaian layaknya pekerja biasa.
Mereka hanya boleh bekerja selama lima jam tidak boleh lebih, karena kadang ada perubahan suasana hati tiba-tiba, dan mereka mudah kelelahan. Setiap anak akan diobservasi sebelum ditempatkan dan diberi tugas bekerja. Bagi yang komunikasi verbal baik akan diminta untuk menjadi pramusaji, yang secara motorik baik akan di dapur, dan yang belum bisa fokus atau masih suka tantrum akan ditempatkan di bagian produksi di Dapur Grow Suka Makan.
"Mereka tidak bisa disamaratakan serta harus mendapatkan perintah-perintah dan pengawasan khusus agar pekerja difabel terhindar dari perundungan ataupun menjaga kenyamanan pelanggan," ujarnya.
Selain menyediakan ruang dan kesempatan bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk melakukan berbagai hal yang anak anak lain lakukan, Maria pun berusaha mengedukasi masyarakat agar lebih memahami serta terbiasa dengan para pekerja dan anak-anak disabilitas sekitar tanpa harus memberikan stigma negatif.
Kiprah dua orang wanita asal Lampung dalam meneruskan perjuangan Kartini ini telah menjadi contoh nyata bahwa perempuan pun bisa berkontribusi serta menjadi penggagas perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di dunia modern layaknya Ibu Kartini yang mampu mengubah kehidupan perempuan Indonesia dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih terang.