Los Angeles (Antara Babel) - Berdasarkan sepenuhnya pada posisi quasar, kolaborasi astronom internasional dengan Sloan Digital Sky Survey (SDSS) membuat peta pertama Semesta dengan skala besar.
"Untuk
mengungkap misteri percepatan kosmik, para astronom berusaha memetakan
Semesta dari sekarang sampai jauh ke masa lalu. Para astronom China,
khususnya dari National Astronomical Observatories of Chinese Academy of Sciences
(NAOC) yang bekerja dalam bidang kosmologi observasi dan teoritis,
berperan penting dalam kolaborasi internasional survei galaksi eBOSS,"
kata Xue Suijian, profesor dan wakil direktur NAOC, yang berada di bawah
Chinese Academy of Sciences kepada Xinhua, Minggu.
Quasar
adalah titik cahaya sangat jauh dan terang yang mendapat energi dari
lubang hitam supermasif. Ketika materi dan energi masuk ke quasar lubang
hitam, mereka memanas sampai suhu luar biasa dan mulai bercahaya.
Cahaya
terang inilah yang dideteksi oleh teleskop 2,5 meter di Bumi. Teleskop
observasi ini memberi para ilmuwan jarak quasar, yang mereka gunakan
untuk membuat peta tiga dimensi tempat quasar berada.
"Quasar-quasar
ini amat sangat jauh sehingga cahaya meninggalkan mereka ketika Semesta
berusia antara tiga sampai tujuh miliar tahun, jauh sebelum Bumi ada,"
kata Gongbo Zhao dari NAOC, pemimpin studi yang lain.
Untuk
membuat peta mereka, tim riset internasional menggunakan teleskop Sloan
Foundation untuk mengamati jumlah quasar yang tidak diketahui
sebelumnya.
Selama dua tahun pertama Extended Baryon Oscillation Spectroscopic Survey (eBOSS) SDSS, para astronom mengukur posisi tiga dimensi akurat dari 147.000 quasar lebih menurut SDSS.
Dan
untuk menggunakan peta guna memahami perluasan Semesta, para astronom
harus melangkah lebih jauh menggunakan pengukuran fenomena yang disebut
Osilasi Akustik Baryon (Baryon Acoustic Oscillations/BAOs), yang
merupakan jejak masa kini dari gelombang-gelombang suara yang
menjelajahi awal Semesta, ketika Semesta masih lebih panas dan lebih
padat dari yang kita lihat sekarang.
Namun ketika Semesta berusia
380.000 tahun kondisi tiba-tiba berubah dan gelombang-gelombang suara
menjadi "beku" di tempat. Gelombang-gelombang beku ini meninggalkan
jejak dalam stuktur tiga dimensi di Semesta yang kita lihat sekarang.
Hasil studi baru itu juga mengonfirmasi standar model kosmologi yang sudah dibangun para peneliti dalam dua dekade lebih.
Dalam
model standar ini, Semesta mengikuti prediksi Teori Relativitas Umum
Einstein--namun mencakup komponen-komponen yang efeknya bisa diukur,
namun penyebabnya belum diketahui menurut hasil studi.
Pekerjaan
belum usai, dan eksperimen eBOSS masih berlanjut menggunakan Teleskop
Sloan di Apache Point Observatory di New Mexico, Amerika Serikat, untuk
mengamati lebih banyak quasar dan menambah ukuran peta masa depan.
"Di sampung eBOSS, Dark Energy Spectroscopic Instrument
(DESI), survei pemetaan galaksi Semesta yang lebih besar menggunakan
objek-objek astronomi yang jauhnya sampai 10 miliar tahun cahaya dari
kita, akan memulai observasi tahun 2018," kata Xue sebagaimana dikutip
Xinhua.
Para Astronom Buat Peta Semesta Skala Besar
Senin, 29 Mei 2017 8:59 WIB