Bengkulu (Antara Babel) - Anggota Komunitas Mangrove Bengkulu menyesalkan
pembabatan 10 hektare hutan mangrove di pesisir Pulau Baai untuk
pembangunan tapak pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara oleh
investor asal China.
"Mangrove memiliki peran strategis untuk
melindungi pesisir dari berbagai ancaman, sekaligus tempat memijah biota
laut," kata Koordinator Komunitas Mangrove Bengkulu, Riki Rahmansyah di
Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan pemetaan yang dilakukan komunitas, luas hutan
mangrove yang dibabat di pinggir kolam pelabuhan itu mencapai 10
hektare.
Pantauan anggota komunitas, areal mangrove yang dibabat masuk dalam proyek PLTU berkapasitas 2 x 100 Megawatt (MW).
Saat ini kata dia, sedang berlangsung penimbunan areal rawa dan
mangrove untuk mendirikan bangunan pendukung proyek pembangkit listrik
itu.
"Padahal kalau sedang pasang, air bisa mencapai lokasi PLTU
dan hamparan mangrove berfungsi menjadi benteng pesisir dari gelombang
tinggi," ucapnya.
Ia mengharapkan pemerintah, terutama pihak balai konservasi dan
kelautan dan perikanan mengambil tindakan untuk menyelamatkan ekosistem
esensial tersebut.
"Ekosistem mangrove itu baik di areal
konservasi maupun di area peruntukan lain seharusnya dilindungi karena
fungsinya sangat esensial atau penting," kata dia.
Sebelumnya, kelompok masyarakat Kelurahan Teluk Sepang, Kota
Bengkulu juga memprotes pembabatan mangrove di area kolam pelabuhan,
mengingat fungsinya sebagai penahan gelombang tsunami.
"Masyarakat
diminta menjaga hutan pantai tapi perusahaan membabat begitu saja.
Padahal kelurahan kami masuk dalam wilayah rawan bencana gempa dan
tsunami," kata Lovie Antoni dari Kelompok Masyarakat Siaga Bencana,
Kelurahan Teluk Sepang.
Komunitas Sesalkan Pembabatan Mangrove di Tapak PLTU Oleh Investor China
Senin, 28 Agustus 2017 10:39 WIB
Mangrove memiliki peran strategis untuk melindungi pesisir dari berbagai ancaman, sekaligus tempat memijah biota laut,