Jakarta (Antara Babel) -  Biaya Operasional Sekolah (BOS) merupakan bantuan pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan sekolah, sekaligus meringankan beban masyarakat atas biaya pendidikan demi suksesnya program wajib belajar sembilan tahun.

Dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, program BOS secara khusus bertujuan untuk membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta serta meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Penyaluran dana BOS dilakukan setiap periode tiga bulanan, yakni periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Khusus untuk sekolah di daerah terpencil, penyaluran dana BOS dilakukan enam bulanan.

Sementara menurut Petunjuk Teknis (Juknis) BOS 2013, dana itu diperuntukkan untuk 13 jenis komponen, yakni pengembangan perpustakaan, kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, kegiatan pembelajaran dan ekstra kurikuler siswa, kegiatan ulangan dan ujian, pembelian bahan-bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, perawatan sekolah, pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga, pengembangan profesi guru, membantu siswa miskin, pembiayaan pengelolaan BOS, pembelian perangkat komputer serta biaya lainnya.

Aturan penggunaan dana itu memang cukup jelas, namun masih ada saja oknum-oknum yang berupaya menyimpangkan anggaran itu atau melakukan penggelembungan komponen biaya pendidikan itu sehingga
mengundang keprihatinan semua pihak.

Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan selama satu dasawarsa 2003-2013 kasus korupsi pendidikan telah merugikan negara Rp619 miliar.    
    
"Selama satu dasawarsa penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan KPK berhasil menindak kasus korupsi pendidikan sebanyak 296 kasus dengan indikasi kerugian negara Rp619 miliar," kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri.

Febri mengungkapkan tren kasus korupsi dari tahun ke tahun polanya serupa yakni dengan modus paling banyak adalah penggelapan dan penggelembungan atau "mark up".

Sementara pengelapan adalah satu modus korupsi yang paling sering digunakan dengan jumlah 106 kasus dan indikasi kerugian negara mencapai Rp248,5 miliar.

"Penggelapan sering digunakan untuk menyelewengkan dana BOS dan DAK. Hampir 50 persen dari kasus dengan modus penggelapan terjadi pada dana BOS dan DAK. Dua dana ini merupakan dana yang mudah diselewengkan dengan cara penggelapan," ungkapnya.

Menurut dia, jumlah kasus korupsi pendidikan tidak meningkat namun kerugian negara semakin meningkat signifikan setiap tahunnya.

Sedangkan untuk Block Grant 20 kasus, gaji guru 15 kasus, beasiswa 14 kasus, sarana prasarana sekolah 13 kasus, Bantuan Operasional sembilan kasus dan sarana prasarana perguruan tinggi sembilan kasus.

    
Awasi Anggaran Pendidikan

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan KPK dan BPK guna mengawasi pengelolaan anggaran pendidikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) 2013-2014.

"Sulit bicara kualitas pendidikan jika korupsi dalam pendidikan tidak ditindak tegas. Pemprov DKI Jakarta telah bekerja sama dengan Inspektorat, BPK, dan KPK dalam mengawasi tata kelola keuangan di sekolah-sekolah di sini," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun.  
    
Ia mengatakan penyimpangan penggunaan anggaran pendidikan dapat merusak citra pendidikan Indonesia.

"Maraknya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keungan sekolah, baik yang bersumber dari dana BOS, BOP maupun dana masyarakat melalui komite sekolah menimbulkan banyak pertanyaan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sekolah, ini yang harus diluruskan," ujarnya.

Menurut dia, jumlah anggaran bidang pendidikan dalam APBN yang mencapai lebih dari Rp400 triliun patut diapresiasi, namun masih dipertanyakan sistem pengawasannya apakah tepat sasaran atau tidak.

"Pengelolaan dana BOS dan BOP di sekolah perlu diawasi dan disampaikan secara transparan agar tidak menjadi sarana korupsi oleh kepala sekolah, tenaga pengajar dan oknum pegawai di dinas pendidikan," tuturnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyatakan berdasarkan pantauan, titik-titik yang rawan menjadi lahan korupsi adalah Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) mulai dari pendaftaran, pemberkasan dan pencairan dana.

"Praktik pungutan liar, setoran dan upeti terkait dana BOS dan BOP, termasuk pemerasan dilakukan oknum pihak tertentu di sekolah," ujarnya.

Retno menyebutkan kepala sekolah kerap menjadi korban sekaligus pelaku dari praktek penyalahgunaan anggaran pendidikan.

"Di Jakarta sejak Kepala SMAN/SMKN di seleksi secara terbuka dalam lelang jabatan, praktik-praktik pungli, setoran, upeti dan pemerasan menurun drastis, apalagi Pemprov DKI Jakarta meningkatkan pemeriksaan laporan keuangan BOP 2013 sehingga memberi efek jera bagi pimpinan sekolah," katanya.

    
Tindak tegas

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan Pemerintah DKI Jakarta perlu menindak tegas penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oknum tertentu di sekolah-sekolah sehingga dapat menciptakan pendidikan yang berkualitas.

"Siapa pun yang melakukan penyelewengan anggaran pendidikan seperti dana BOS dan BOP harus ditindak tegas oleh pemerintah agar pengelolaan anggaran pendidikan tepat sasaran," kata Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti.

Ia mengatakan pegawai di sekolah harus transparan dalam menginformasikan setiap penggunaan biaya operasional sekolah (BOS) dan biaya operasional pendidikan (BOP).

"Dana untuk sekolah harus digunakan untuk kebutuhan siswa bukan untuk keperluan diri sendiri," katanya.

Menurutnya, pengawasan sekolah juga harus diperketat dalam mempertanggungjawabkan biaya operasional sekolah dan pendidikan.

"Semua harus ditindak tegas mulai dari guru, pegawai dan atasan di sekolah dan dinas agar menjadi contoh bagi yang lain. Jangan sampai bukti pembayaran sengaja dibuat-buat," tuturnya.

Ia berharap reformasi birokrasi yang bebas korupsi terjadi di dunia pendidikan.

"Tindakan tegas dan pengawasan ketat dapat memperbarui sistem birokrasi pendidikan di Jakarta agar bersih, jujur dan transparan," ujarnya.

    
Prioritas Anggaran

Sementara itu, Ketua Yayasan Cahaya Guru (YCG) sekaligus Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia, Henny Supolo Sitepu mengatakan anggaran pendidikan terutama BOS harus sesuai dengan prioritas kegiatan pendidikan di sekolah.

"Prioritas kegiatan seharusnya mencerminkan visi sekolah," katanya.

Selain itu, pihak sekolah juga harus mewujudkan transparansi dalam penggunaan dana BOS sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi kemana saja dana BOS itu mengalir.

"Semua pihak harus merasa memiliki dan saling mengawasi penggunaan dana BOS sehingga tidak ada  ada yang mengatakan itu urusan kamu, itu bukan urusan aku," katanya.

Menurutnya, semua pihak harus memiliki kesepakatan bukan hanya dari kepala sekolah dan guru tetapi juga komite sekolah sehingga bisa menyadari bahwa keterbukaan dalam penggunaan dana BOS ini adalah hal yang dianggap penting oleh semua pihak.

"Kerja sama dan terbuka tanpa ego adalah kunci mendorong terciptanya transparansi dalam penggelolaan dana BOS sehingga semua bisa saling mengawasi," ujarnya.

Pewarta: Oleh Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014