Perjuangan kemerdekaan ditandai munculnya semangat persatuan dalam gerakan bangsa Indonesia. Perjuangan yang sebelumnya tersebar dalam kelompok-kelompok kecil, menjadi sebuah gerakan kemerdekaan yang besar. Kekuatan yang tadinya lemah di hadapan penjajah, menjadi satu kekuatan besar yang menandingi kolonialisme.
Nasionalisme inilah yang sedang diperjuangkan kembali oleh Pemerintah sekarang melalui arahan dan kebijakan strategisnya di berbagai sektor, salah satunya di sektor panas bumi (geothermal).
Pengelolaan sektor geothermal yang sebelumnya terpisah-pisah, dikonsolidasikan sehingga menjadi proses bisnis besar yang terintegrasi. Proses bisnis yang sebelumnya terpencar, melalui streamlining, menjadi dikelola dengan efektif dan efisien.
Dengan sinergi BUMN, pengelolaan geothermal yang sebelumnya dilakukan dengan modal terbatas pun, menjadi kekuatan besar di tengah persaingan global dalam rangka menjaga kepentingan nasional.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, menjelaskan bahwa kebijakan yang sedang digalakkan Pemerintah sekarang akan membuat nilai tambah potensi alam Indonesia bisa semakin besar, utuh, dan membawa manfaat yang optimal.
"Pembentukan holding geothermal adalah misi besar Pemerintah untuk mengoptimalkan potensi geothermal yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga menghasilkan kemakmuran bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu, PLN siap mendukung holding geothermal," ungkap Agung.
Saat ini potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 25 GW, atau setara 40 persen cadangan potensi panas bumi dunia. Namun pemanfaatannya baru sekitar 2,1 GW. Melihat besarnya potensi tersebut diperlukan upaya terobosan untuk mengakselerasi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.
Holding dibentuk dalam rangka mengintegrasi dan mengefisiensi proses bisnis dan operasi, mulai dari eksplorasi sampai pembangkitan yang menghasilkan listrik. "Dengan konsolidasi proses bisnis, akan memaksimalkan _value creation_ untuk semua pihak yang menjadi bagian dari holding. Ujungnya, adalah keuntungan yang lebih besar bagi Pemerintah dan BUMN, yang ujungnya akan membawa manfaat bagi masyarakat," papar Agung.
Holding ini nantinya akan menjaga keterjangkauan _(affordability)_ tarif listrik bagi pelanggan PLN karena akan diterapkan efisiensi beban tambahan penyediaan tenaga listriknya. "Maka, jika ada yang bilang kalau holding ini tidak nasionalis, justru kontradiktif. Sebelum ada rencana holding, pengelolaan yang ada terpecah-pecah, nilai tambahnya kecil, dan posisi tawar kepada _stakeholder_ lemah," jelas Agung.
”Kami memahami teman-teman Serikat Pekerja yang mengkritik upaya ini. Jika kita mencoba melihat dari perspektif yang lebih besar, melalui holding, PLN dan Pertamina akan bekerja sama dan memunculkan satu kekuatan pengelolaan bersama. Justru seharusnya kita semua mendukung ini,” terangnya.
Selain akan membawa manfaat ekonomi nasional, pengelolaan baru pada sektor geothermal ini juga selaras dengan upaya pencapaian target bauran energi baru-terbarukan (EBT) 23% pada tahun 2025 dan Carbon Neutral di tahun 2060 yang sedang menjadi fokus PLN.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Nasionalisme inilah yang sedang diperjuangkan kembali oleh Pemerintah sekarang melalui arahan dan kebijakan strategisnya di berbagai sektor, salah satunya di sektor panas bumi (geothermal).
Pengelolaan sektor geothermal yang sebelumnya terpisah-pisah, dikonsolidasikan sehingga menjadi proses bisnis besar yang terintegrasi. Proses bisnis yang sebelumnya terpencar, melalui streamlining, menjadi dikelola dengan efektif dan efisien.
Dengan sinergi BUMN, pengelolaan geothermal yang sebelumnya dilakukan dengan modal terbatas pun, menjadi kekuatan besar di tengah persaingan global dalam rangka menjaga kepentingan nasional.
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, menjelaskan bahwa kebijakan yang sedang digalakkan Pemerintah sekarang akan membuat nilai tambah potensi alam Indonesia bisa semakin besar, utuh, dan membawa manfaat yang optimal.
"Pembentukan holding geothermal adalah misi besar Pemerintah untuk mengoptimalkan potensi geothermal yang dimiliki oleh Indonesia, sehingga menghasilkan kemakmuran bagi negara dan masyarakat. Oleh karena itu, PLN siap mendukung holding geothermal," ungkap Agung.
Saat ini potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 25 GW, atau setara 40 persen cadangan potensi panas bumi dunia. Namun pemanfaatannya baru sekitar 2,1 GW. Melihat besarnya potensi tersebut diperlukan upaya terobosan untuk mengakselerasi pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik.
Holding dibentuk dalam rangka mengintegrasi dan mengefisiensi proses bisnis dan operasi, mulai dari eksplorasi sampai pembangkitan yang menghasilkan listrik. "Dengan konsolidasi proses bisnis, akan memaksimalkan _value creation_ untuk semua pihak yang menjadi bagian dari holding. Ujungnya, adalah keuntungan yang lebih besar bagi Pemerintah dan BUMN, yang ujungnya akan membawa manfaat bagi masyarakat," papar Agung.
Holding ini nantinya akan menjaga keterjangkauan _(affordability)_ tarif listrik bagi pelanggan PLN karena akan diterapkan efisiensi beban tambahan penyediaan tenaga listriknya. "Maka, jika ada yang bilang kalau holding ini tidak nasionalis, justru kontradiktif. Sebelum ada rencana holding, pengelolaan yang ada terpecah-pecah, nilai tambahnya kecil, dan posisi tawar kepada _stakeholder_ lemah," jelas Agung.
”Kami memahami teman-teman Serikat Pekerja yang mengkritik upaya ini. Jika kita mencoba melihat dari perspektif yang lebih besar, melalui holding, PLN dan Pertamina akan bekerja sama dan memunculkan satu kekuatan pengelolaan bersama. Justru seharusnya kita semua mendukung ini,” terangnya.
Selain akan membawa manfaat ekonomi nasional, pengelolaan baru pada sektor geothermal ini juga selaras dengan upaya pencapaian target bauran energi baru-terbarukan (EBT) 23% pada tahun 2025 dan Carbon Neutral di tahun 2060 yang sedang menjadi fokus PLN.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021