Penambangan bijih timah ilegal di wilayah Provinisi Kepulauan Bangka Belitung selama pandemi COVID-19 semakin marak seiring dengan melambungnya harga bijih timah di pasaran dunia.

Tidak hanya di daratan, aktivitas ilegal penambangan juga terjadi di wilayah perairan. Misalnya di di Perairan Teluk Kelabat Dalam, Kabupaten Bangka dan Desa Tanjung Labu, Pulau Lepar Pongok, Kabupaten Bangka Selatan.

Wilayah tersebut merupakan perairan zona bebas tambang yang diatur dalam Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

Aturan tersebut menyatakan kawasan Teluk Kelabat dikhususkan untuk kawasan budi daya tangkap, perikanan, pelabuhan, dan pariwisata sehingga tidak ada ruang untuk pertambangan.

Akibat penambangan ilegal tersebut, tidak hanya kerusakan lingkungan, namun juga konflik sosial antara para penambang ilegal dengan masyarakat sekitar yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan. 

Aktifitas penambangan ilegal di wilayah tersebut telah mengganggu dan mengakibatkan turunnya hasil tangkapan ikan, kata Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Naziarto di Pangkalpinang, Sabtu.

Akibatnya, di wilayah tersebut, seperti api dalam sekam, sewaktu-waktu dapat terjadi konflik sosial.

Hal itulah yang memicu pemerintah daerah setempat untuk menertibkan tambang ilegal yang meresahkan tersebut.

Menurut Naziarto, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung telah berkoordinasi dengan TNI dan Polri guna menertibkan aktivitas ilegal tersebut.

Hal yang sama juga terjadi di zona bebas penambangan di Belitung seperti Dusun Munsang, Sungai Padang, Sijuk. Di wilayah tersebut juga marak dengan tambang bijih timah ilegal.

Bupati Belitung Sahani Saleh bahkan mensinyalir adanya keterlibatan oknum yang membekingi aktivitas tambang bijih timah ilegal

"Saya meyakini ada yang mensponsori entah apakah itu dari oknum atau siapalah," katanya.

Informasi yang diperoleh orang nomor satu di negeri laskar pelangi itu, ada seorang oknum yang diduga kuat menerima uang setoran dari penambang di daerah itu. Uang setoran tersebut digunakan untuk melakukan koordinasi agar kegiatan penambangan bijih timah ilegal di lokasi tersebut dapat terus berjalan.

"Saya sudah mengharamkan hal semacam itu dan sampai saat ini tidak ada konfirmasi soal koordinator itu," ujarnya.

Pembeli timah ilegal

Di Kabupaten Bangka Tengah, penambangan bijih timah ilegal marak di kawasan Marbuk, Pungguk dan Kenari.

Menurut praktisi hukum dari Kantor Hukum Simpul Syahrial, aksi kegiatan penambangan bijih timah ilegal di wilayah tersebut juga mengkhawatirkan karena selain dapat merusak lingkungan juga dapat memicu konflik sosial.

"Tidak hanya dampak lingkungan yang menjadi persoalan karena area penambangan tidak jauh dari pemukiman penduduk, tetapi juga dikhawatirkan menjadi pemicu terjadinya konflik sosial," ujarnya.

Syahrial yang juga satu dari tokoh pembentukan Kabupaten Bangka Tengah pada 2003 menilai penambangan bijih timah ilegal di kawasan itu seperti benang kusut yang begitu sulit mencari simpulnya.

Untuk itu, menurutnya, pemangku kepentingan harus duduk bersama dalam menyelesaikan tambang ilegal tersebut karena sudah menjadi persoalan serius yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Sulitnya pemberantasan penambangan timah ilegal di wilayah tersebut juga menjadi perhatian Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Babel Amri Cahyadi.

Menurut dia, pola pemberian sanksi pidana untuk memberantas penambangan ilegal perlu diperbaiki. Tidak hanya yang para pelaku yang terlibat dalam penambangan bijih timah ilegal tersebut yang dipidana namun juga para pembeli bijih timah dari hasil penambangan ilegal di daerah tersebut.

Dengan demikian, menurut dia pemberantasan tambang bijih timah ilegal akan semakin efektif.

Usulan Wakil Ketua DPRD Provinsi kepulauan Bangka Belitung untuk mempidanakan pembeli timah dari penambangan ilegal tersebut didukung oleh Ketua Kelompok Nelayan Teluk Kelabat Dalam Maryono.

Maryono mengatakan upaya pemberantasan tambang timah ilegal harus dilakukan dalam skala yang besar karena merugikan dan meresahkan masyarakat. 

"Wilayah itu merupakan sumber mata pencaharian nelayan, jika rusak bagaimana kami menghidupi anak istri kami, satu keinginan kami agar seluruh pertambangan di Teluk Kelabat Dalam ditiadakan," katanya.

Perketat pengamanan

Sementara itu, tambang ilegal juga dikabarkan muncul di wilayah konsesi PT Timah Tbk, seperti di Pantai Bakik, Desa Bakik, Kecamatan Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat.
 
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Komunikasi Perusahaan PT Timah Tbk Anggi Siahaan. Ia mengatakan berdasarkan informasi masyarakat, kawasan IUP (Izin Usaha Pertambangan) PT Timah Tbk di Pantai Bakik ditambang tanpa izin.

"Untuk itu, tim dari PT Timah melakukan pemeriksaan dan ternyata memang ada ponton isap produksi yang berada di sekitar wilayah konsesi meskipun tidak bekerja,” katanya. 

Menurut dia sebelumnya tim gabungan juga pernah merazia kawasan konsesi tersebut, sayangnya para penambang tanpa izin tersebut ditengarai masih ‘nakal’ dan secara diam-diam menambang di kawasan IUP PT Timah Tbk.

Untuk itu, PT Timah memberitahukan dan mengingatkan kepada pemilik ponton isap produksi (PIP) yang berada di wilayah tersebut, bahwa untuk menambang di wilayah IUP PT Timah Tbk harus dilakukan dengan legalitas yang jelas, katanya.

Ia menambahkan kegiatan sosialisasi dan pemberitahuan kepada mitra kerja ini sebagai bentuk komunikasi perusahaan dalam melakukan pengamanan aset. PT Timah Tbk juga mengedepankan langkah-langkah preventif yang humanis.

"Patroli sejenis akan terus kita tingkatkan, sehingga ke depan seluruh pihak dapat aware dengan pelaksanaan pertambangan yang baik dan sesuai aturan," kata Anggi.

Pewarta: Aprionis

Editor : Adhitya SM


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021