Terpidana kasus korupsi dan mafia pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan kembali membuat heboh. Dia kepergok keluyuran lagi di luar lembaga pemasyarakatan (lapas).
   
Foto dirinya yang sedang makan di Restoran Manado, Jakarta Selatan, beredar di media sosial pada tanggal 9 September lalu.
   
Belakangan diketahui, Gayus Tambunan ke Jakarta karena menghadapi sidang cerai yang diajukan istrinya. Namun, tetap saja itu menyalahi prosedur. Ini adalah kali ke-68 Gayus dengan leluasa berkeliaran di alam bebas sejak yang bersangkutan divonis 30 tahun penjara dan ditahan di Lapas Sukamiskin yang terletak di Kota Bandung itu.
   
Sungguh mencengangkan keleluasaan yang dimiliki Gayus, sampai-sampai juru bicara Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi menyebut koruptor itu bukan narapidana biasa. Pasalnya, meski hanya
sebatas mantan PNS golongan III di Direktorat Jenderal Pajak, Gayus diyakini memiliki pengaruh sangat kuat.
   
Puluhan pelanggaran yang dilakukan Gayus terjadi sebelum Gayus ada pada kewenangan dan tanggung jawab Kemenkumham.
   
Dengan begitu, kata Akbar, dalam perkara ini Kemenkumham enggan disalahkan. "Jadi, jangan diulang-ulang bahwa kami seolah-olah yang harus bertanggung jawab. Kepergian Gayus ke Bali dan ke tempat lainnya sampai 68 kali itu terjadi sebelum dia masuk ke ranah Kemenkumham," katanya.
   
Terungkapnya kembali ulah Gayus kali ini akan menjadi bahan evaluasi kinerja aparatur lapas. Jika ditemukan adanya kelalaian atau kesengajaan oknum aparat lapas, menurut Akbar, Kemenkumham tidak akan segan-segan memberi sanksi.
   
"Kami juga akan membuat terobosan-terobosan dengan membuat data base lembaga pemasyarakat dengan berbasis IT. Jadi, semua narapidana ke depannya akan dapat dimonitor sampai pada meja Pak Menteri," katanya.
Akbar Hadi mengakui bahwa petugas lapas yang sudah lama bekerja hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan hanya sekali saja mendapatkan pelatihan.

"Sementara itu, lapas kita dihuni oleh kalangan berat, seperti koruptor dan bandar narkoba yang masih banyak duitnya," katanya.

Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly yang mengaku geram atas tingkah laku Gayus. Pihaknya kini sedang meneliti kasus tersebut. "Kalau itu benar, ya, sudahlah, jika ke Nusakambangan enggak pas, ke Gunung Sindur aja, biar dia gabung dengan bandar-bandar narkoba," katanya.
   
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ria Latifa menyatakan sangat kecewa terhadap pengawasan dari pihak Kemenkumham di Lapas Sukamiskin. Pasalnya, napi Gayus bisa kembali berkeliaran ke
luar Lapas.
   
"Gayus ini luar biasa. Dia bisa nonton tenis di Bali. Kali ini  bisa keluar dari lapas untuk makan di restoran," katanya.
   
Ria berpendapat bahwa Kemenkumham tidak bisa cuci tangan dan melakukan pembenaran dengan mengatakan bahwa foto Gayus di restoran itu diambil usai menghadiri sidang perceraian di Pengadilan Jakarta Utara.
   
Pasalnya, kata Ria, setiap lapas tentunya memiliki mekanisme dalam membawa seorang narapidana keluar lapas dengan sejumlah ketentuan hukum yang tetap tidak boleh dilanggar sedikit pun. "Orang ini 'ngeledek' amat. Dia merasa sangat hebat bisa mengendalikan penguasa di sebuah lapas," ujarnya.
   
Ria menduga ada faktor kesengajaan dan kelalaian pengawasan di Lapas Sukamiskin. Oleh karena itu, dia mendesak Dirjen Lapas memeriksa Kepala Lapas Sukamiskin. "Apakah dia menerima sesuatu dari Gayus.
Tolong periksa kalapas agar kita tahu apakah dia keluar untuk mengikuti sidang atau keperluan lainnya," katanya.
   
Penegasan serupa disampaikan mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua bahwa Yasonna bertanggung jawab atas kasus keluyurannya Gayus dan meminta Menteri Hukum dan HAM itu untuk mengundurkan diri.
   
Menurut budaya politik di negara-negara yang beradab, kata Abdullah, pemimpin memiliki tanggung jawab moral atas setiap kebijakan dan tindakan yang dilakukan bawahannya. Demikian pula halnya dengan kasus Gayus. Secara operasional, Kalapas Sukamiskin yang bertanggung jawab. Akan tetapi, secara moral, menterinya yang bertanggung jawab.
   
Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo juga mengkritisi keleluasaan Gayus untuk makan-makan di restoran. Itu memang menjadi tanggung jawab Menkumham. Bobolnya dia menjadi bukti bahwa Yasonna
Laoly tidak bisa memimpin dan membina anak buah.
   
Bambang juga mengaku heran kenapa Menkumham membuang Gayus ke Gunung Sindur? Bukankah tempat itu untuk lapas narkoba dan Gayus dipenjara bukan karena kasus narkoba? Kalau dibuang ke Nusakambangan, itu
relevan. Akan tetapi, kalau dikirim ke Gunung Sindur, itu tidak ada
dasarnya.

Blok Khusus
   
Gayus kini menempati Kamar 1 Blok A--blok khusus tempat bandar narkoba kelas berat--di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang belum pernah digunakan sebelumnya. Kamar khusus ini berpengamanan maksimum serta diawasi khusus oleh para
petugas.
   
Kepala Lapas Kelas III Gunung Sindur Edi mengatakan bahwa kekhususan blok yang ditempati oleh Gayus adalah selain pengawasan dan pengamanannya maksimum, juga tahanan di kamar ini terisolasi dari tahanan lainnya. Kamarnya diberi sekat kawat sehingga tidak bisa bersentuhan dengan penghuni lainnya. "Gayus juga mendapatkan sanksi dibatasi kunjungan keluarga," katanya.
  
Lapas Gunung Sindur telah berdiri sejak 2010. Namun, baru beroperasi secara resmi mulai 2013. Lapas ini berkapasitas 1.308 orang yang terdiri atas empat blok dan satu blok khusus. Saat ini jumlah warga binaan ada 465 orang.
  
Terkait dengan kasus Gayus, anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul meminta Menkumham membenahi aparatnya di lapas. Menurut dia, selain Gayus, masih banyak narapidana lain yang bisa berkeliaran di luar
lapas akibat ulah oknum petugas lapas. "Yang perlu dibenahi adalah aparatnya," katanya.
  
Ruhut mendesak Menkumham untuk mencari oknum petugas dan memberikan sanksi tegas pada aparat yang lalai tersebut. "Kalau bisa keluar, pasti UUD (ujung-ujungnya duit). Berarti Gayus masih ada duitnya," kata dia.
   
Menurut Ruhut, Gayus tidak akan bisa makan di restoran bila perangkat penegak hukum yang menjaga Gayus benar-benar melaksanakan tugasnya dengan baik. "Dipindah ke Gunung Sindur pun tidak akan punya efek yang
besar sepanjang oknum penegak hukum masih hijau sama uang," katanya.
  
Malah juru bicara Partai Demokrat itu mengingatkan bahwa kepindahan Gayus ke Gunung Sindur bisa menjadikan dia bandar narkoba. "Faktanya Gayus ini kan enggak sekali saja ke luar lapas. Kalau digeser ke sana (lapas narkoba) bisa-bisa jadi bandar narkoba," katanya.
   
Ia juga meminta Menkumham agar menjadikan lembaga pemasyarakatan bisa menjalankan fungsinya mendidik para narapidana supaya kembali ke jalan yang benar. "Jadi, Menkumham harus perbaiki aparatnya," katanya.
   
Saran Ruhut lainnya adalah agar Menkumham rajin sidak ke semua sektor supaya tidak kecolongan. "Kalau Yasonna rajin blusukan, sidak ke lapas-lapas, kasus-kasus seperti ini bisa diminimalkan. Jangan setelah
kejadian, baru melakukan sidak," katanya.
   
Selain dipindah ke Gunung Sindur, sanksi apalagi yang tepat diberikan kepada napi yang suka keluyuran itu? Menurut anggota Komisi III DPR RI lainnya, Arsul Sani, Gayus harus diberi hukuman. Paling tidak, remisinya dikurangi, bahkan kalau perlu tahun ini dibatalkan.

Pewarta: Illa Kartila

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015