Penyakit kardiovaskular (PKV) merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia yang umumnya di negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia. Proyeksi ke depan akan terjadi kematian akibat PKV sebanyak 23 juta per tahun pada tahun 2030 dan akan menjadi penyebab kematian utama.
Mengutip laman resmi organisasi kesehatan dunia WHO, PKV adalah istilah umum untuk kondisi yang mempengaruhi jantung atau pembuluh darah. Ini biasanya terkait dengan penumpukan timbunan lemak di dalam arteri (aterosklerosis) dan peningkatan risiko pembekuan darah. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri di organ seperti otak, jantung, ginjal, dan mata.
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra, SpA(K), FACC, FESC dalam siaran pers pada Senin mengatakan pada umumnya, manifestasi klinis PKV terjadi pada usia dewasa dan lanjut sebelum umur 60 tahun. Namun proses yang menyebabkan penyakit kardiovaskular telah terjadi sejak usia dini terutama pada masa anak dan masa remaja.
Dengan demikian, faktor risiko kardiovaskular sudah dapat dideteksi pada masa anak dan remaja yang sangat terkait dengan progresivitas proses aterosklerosis pada usia remaja dan dewasa.
"Oleh karena itu, deteksi faktor risiko kardiovaskular secara individual dan intervensi pada masa anak dan remaja merupakan strategi yang sangat penting untuk menurunkan risiko PKV pada usia dewasa," ujar Sukman.
Menurut WHO di Indonesia tahun 2016, penyakit jantung merupakan 35 persen dari seluruh kematian yang jumlahnya 1.863.000, disusul dengan kanker (12 persen) dan penyakit tidak menular lainnya.
"Meskipun belum ada penelitian epidemiologis yang menyeluruh di Indonesia, namun beberapa penelitian pada anak-anak sekolah menunjukkan tingginya faktor risiko kardiovaskular pada anak," papar Sukman.
Identifikasi dan intervensi terhadap faktor-faktor tersebut pada anak dan remaja merupakan upaya untuk mencegah dan menurunkan kejadian PKV termasuk penyakit jantung koroner.
Lebih lanjut Sukman memaparkan faktor risiko kardiovaskular dikelompokkan dalam 3 kelompok, yakni; faktor risiko yang dapat diubah disebut juga sebagai faktor risiko tradisional meliputi hiperlipidemia, obesitas, inaktivitas atau sedentary, diabetes mellitus, merokok dan hipertensi. Juga ada faktor risiko intrinsik meliputi genetik, lingkungan dan suscestibility. Terakhir adalah faktor risiko yang baru muncul (emerging risk factors) meliputi inflamasi/infeksi sistemik, sitokine, CRP dan homosistein.
Terdapat 3 fokus utama yang dapat mencegah faktor risiko kardiovaskular pada anak dan remaja yang dimulai dari asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan paparan tembakau (rokok).
"Nutrisi sejak bayi berupa pemberian ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan ternyata anak tersebut di sekolah lanjutan atas (remaja) mempunyai ketebalan tunika intima media arteri karotis lebih tipis dan berbeda secara bermakna dibandingkan pada remaja yang pada masa bayi minum susu formula atau ASI kurang dari 4 bulan," papar Sukman.
Hal ini membuktikan bahwa nutrisi yang baik anak sejak usia dini dapat mengurangi risiko terjadinya PKV akibat aterosklerosis di kemudian hari.
Sementara itu, aktivitas anak yang kurang (gaya hidup sedentari) dan paparan terhadap tembakau yang berlebihan telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan risiko PKV khususnya penyakit jantung koroner yang saat ini menjadi penyebab kematian utama tertinggi di Indonesia..
Deteksi faktor risiko kardiovaskular melalui uji tapis pada usia anak serta remaja dan strategi untuk melakukan intervensi dikatakan Sukman merupakan kunci utama dalam menurunkan angka kejadian PKV di usia dewasa dan lanjut.
Masih tingginya angka kematian akibat PKV di Indonesia saat ini mungkin akibat minimnya kesadaran untuk mendeteksi dan mengintervensi faktor risiko kardiovaskular sejak usia dini dan remaja pada sekitar 90 juta anak Indonesia.
"Sehingga diperlukan strategi dan langkah yang kongkrit dengan melibatkan semua sektor terkait dari sektor kesehatan, pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat itu sendiri, kata Sukman yang juga ketua Purna Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Tips menjaga jantung
Untuk menjaga jantung agar tetap sehat dan berfungsi baik hingga dewasa, Spesialis kardiologi anak dan juga Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) memberikan sejumlah tips.
Yang pertama adalah membiarkan anak aktif bergerak. "Ajak anak untuk berolahraga ringan dimulai dari jalan kaki bersama, bersepeda, berenang, ataupun bermain di luar ruang terbuka," kata Piprim.
Kemudian cobalah untuk selalu bersikap positif dengan membuat aktivitas untuk kesehatan jantung jadi lebih menyenangkan. Orangtua bisa memasukkan permainan ke dalam aktivitas keluarga atau berjalan-jalan ke taman untuk piknik dengan bekal makanan yang sehat.
Ketiga adalah dengan membatasi waktu menonton atau berada di depan komputer terlalu lama. Waktu menonton yang berlebihan menyebabkan gaya hidup yang tidak banyak bergerak dan mengudap terus-menerus, yang meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kardiovaskular.
"Batasi waktu menonton TV, komputer, dan telepon hingga dua jam setiap hari," kata Piprim.
Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rutin sedari dini. Piprim mengatakan sejak lahir, kesehatan jantung bayi sudah bisa dimonitor secara rutin melalui Echo kardiografi atau Echo Jantung. Alat ini dapat mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan pada jantung anak sehingga bisa dilakukan pencegahan atau penanganan sedari awal.
"Konsultasikan lebih jauh dengan dokter anak Anda untuk memantau indikator kardiovaskular seperti BMI, tekanan darah, dan kolesterol," ujar dia.
Lalu, aturlah menu makanan serta kudapan sehat untuk anak dengan mengutamakan asupan protein hewani untuk cegah stunting dan agar pertumbuhan anak optimal. Batasi seminimal mungkin snack junk food yang tinggi gula dan tinggi karbohidrat cepat serap untuk mencegah obesitas dan sindrom metabolik.
"Hindari makanan olahan dan jauhkan tempat garam dan MSG dari meja makan," tambah Piprim.
Terakhir, bersikaplah realistis terutama dalam menetapkan tujuan dan batasan. Langkah-langkah kecil dan perubahan bertahap dapat membuat perbedaan besar dalam kesehatan anak Anda dari waktu ke waktu, jadi mulailah dari yang kecil dan tingkatkan.
Segala sesuatu yang dibiasakan dengan baik, maka akan tumbuh menjadi baik. Sama halnya dengan membiasakan diri untuk hidup sehat dan aktif, maka dapat mencegah faktor risiko penyakit kardiovaskular si buah hati saat beranjak dewasa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
Mengutip laman resmi organisasi kesehatan dunia WHO, PKV adalah istilah umum untuk kondisi yang mempengaruhi jantung atau pembuluh darah. Ini biasanya terkait dengan penumpukan timbunan lemak di dalam arteri (aterosklerosis) dan peningkatan risiko pembekuan darah. Kondisi ini juga dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri di organ seperti otak, jantung, ginjal, dan mata.
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Sukman Tulus Putra, SpA(K), FACC, FESC dalam siaran pers pada Senin mengatakan pada umumnya, manifestasi klinis PKV terjadi pada usia dewasa dan lanjut sebelum umur 60 tahun. Namun proses yang menyebabkan penyakit kardiovaskular telah terjadi sejak usia dini terutama pada masa anak dan masa remaja.
Dengan demikian, faktor risiko kardiovaskular sudah dapat dideteksi pada masa anak dan remaja yang sangat terkait dengan progresivitas proses aterosklerosis pada usia remaja dan dewasa.
"Oleh karena itu, deteksi faktor risiko kardiovaskular secara individual dan intervensi pada masa anak dan remaja merupakan strategi yang sangat penting untuk menurunkan risiko PKV pada usia dewasa," ujar Sukman.
Menurut WHO di Indonesia tahun 2016, penyakit jantung merupakan 35 persen dari seluruh kematian yang jumlahnya 1.863.000, disusul dengan kanker (12 persen) dan penyakit tidak menular lainnya.
"Meskipun belum ada penelitian epidemiologis yang menyeluruh di Indonesia, namun beberapa penelitian pada anak-anak sekolah menunjukkan tingginya faktor risiko kardiovaskular pada anak," papar Sukman.
Identifikasi dan intervensi terhadap faktor-faktor tersebut pada anak dan remaja merupakan upaya untuk mencegah dan menurunkan kejadian PKV termasuk penyakit jantung koroner.
Lebih lanjut Sukman memaparkan faktor risiko kardiovaskular dikelompokkan dalam 3 kelompok, yakni; faktor risiko yang dapat diubah disebut juga sebagai faktor risiko tradisional meliputi hiperlipidemia, obesitas, inaktivitas atau sedentary, diabetes mellitus, merokok dan hipertensi. Juga ada faktor risiko intrinsik meliputi genetik, lingkungan dan suscestibility. Terakhir adalah faktor risiko yang baru muncul (emerging risk factors) meliputi inflamasi/infeksi sistemik, sitokine, CRP dan homosistein.
Terdapat 3 fokus utama yang dapat mencegah faktor risiko kardiovaskular pada anak dan remaja yang dimulai dari asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan paparan tembakau (rokok).
"Nutrisi sejak bayi berupa pemberian ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai usia 6 bulan ternyata anak tersebut di sekolah lanjutan atas (remaja) mempunyai ketebalan tunika intima media arteri karotis lebih tipis dan berbeda secara bermakna dibandingkan pada remaja yang pada masa bayi minum susu formula atau ASI kurang dari 4 bulan," papar Sukman.
Hal ini membuktikan bahwa nutrisi yang baik anak sejak usia dini dapat mengurangi risiko terjadinya PKV akibat aterosklerosis di kemudian hari.
Sementara itu, aktivitas anak yang kurang (gaya hidup sedentari) dan paparan terhadap tembakau yang berlebihan telah banyak dibuktikan dapat meningkatkan risiko PKV khususnya penyakit jantung koroner yang saat ini menjadi penyebab kematian utama tertinggi di Indonesia..
Deteksi faktor risiko kardiovaskular melalui uji tapis pada usia anak serta remaja dan strategi untuk melakukan intervensi dikatakan Sukman merupakan kunci utama dalam menurunkan angka kejadian PKV di usia dewasa dan lanjut.
Masih tingginya angka kematian akibat PKV di Indonesia saat ini mungkin akibat minimnya kesadaran untuk mendeteksi dan mengintervensi faktor risiko kardiovaskular sejak usia dini dan remaja pada sekitar 90 juta anak Indonesia.
"Sehingga diperlukan strategi dan langkah yang kongkrit dengan melibatkan semua sektor terkait dari sektor kesehatan, pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat itu sendiri, kata Sukman yang juga ketua Purna Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ini.
Tips menjaga jantung
Untuk menjaga jantung agar tetap sehat dan berfungsi baik hingga dewasa, Spesialis kardiologi anak dan juga Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) memberikan sejumlah tips.
Yang pertama adalah membiarkan anak aktif bergerak. "Ajak anak untuk berolahraga ringan dimulai dari jalan kaki bersama, bersepeda, berenang, ataupun bermain di luar ruang terbuka," kata Piprim.
Kemudian cobalah untuk selalu bersikap positif dengan membuat aktivitas untuk kesehatan jantung jadi lebih menyenangkan. Orangtua bisa memasukkan permainan ke dalam aktivitas keluarga atau berjalan-jalan ke taman untuk piknik dengan bekal makanan yang sehat.
Ketiga adalah dengan membatasi waktu menonton atau berada di depan komputer terlalu lama. Waktu menonton yang berlebihan menyebabkan gaya hidup yang tidak banyak bergerak dan mengudap terus-menerus, yang meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kardiovaskular.
"Batasi waktu menonton TV, komputer, dan telepon hingga dua jam setiap hari," kata Piprim.
Jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rutin sedari dini. Piprim mengatakan sejak lahir, kesehatan jantung bayi sudah bisa dimonitor secara rutin melalui Echo kardiografi atau Echo Jantung. Alat ini dapat mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan pada jantung anak sehingga bisa dilakukan pencegahan atau penanganan sedari awal.
"Konsultasikan lebih jauh dengan dokter anak Anda untuk memantau indikator kardiovaskular seperti BMI, tekanan darah, dan kolesterol," ujar dia.
Lalu, aturlah menu makanan serta kudapan sehat untuk anak dengan mengutamakan asupan protein hewani untuk cegah stunting dan agar pertumbuhan anak optimal. Batasi seminimal mungkin snack junk food yang tinggi gula dan tinggi karbohidrat cepat serap untuk mencegah obesitas dan sindrom metabolik.
"Hindari makanan olahan dan jauhkan tempat garam dan MSG dari meja makan," tambah Piprim.
Terakhir, bersikaplah realistis terutama dalam menetapkan tujuan dan batasan. Langkah-langkah kecil dan perubahan bertahap dapat membuat perbedaan besar dalam kesehatan anak Anda dari waktu ke waktu, jadi mulailah dari yang kecil dan tingkatkan.
Segala sesuatu yang dibiasakan dengan baik, maka akan tumbuh menjadi baik. Sama halnya dengan membiasakan diri untuk hidup sehat dan aktif, maka dapat mencegah faktor risiko penyakit kardiovaskular si buah hati saat beranjak dewasa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022