Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan kebijakan Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap elektabilitas partai politik pendukung pemerintah.
"Berpengaruh, tapi tidak signifikan," kata Karyono dalam siaran YouTube TV Desa seperti dipantau di Jakarta, Senin.
Menurut dia, kebijakan penyesuaian harga BBM bukanlah satu-satunya faktor penentu naik atau turunnya capaian tingkat keterpilihan suatu partai politik karena kebijakan menaikkan harga BBM hampir terjadi di semua era pemerintahan.
"Bukan satu-satunya variabel naik turunnya suatu suara," tambahnya.
Meski Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM, lanjutnya, dengan menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) sebagai pengalih subsidi BBM kepada masyarakat tidak mampu bisa berpengaruh terhadap elektabilitas partai politik.
Dia mencontohkan kebijakan menaikkan harga BBM di masa kepemimpinan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang diikuti dengan kebijakan pemberian BLT. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM saat itu tidak berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara Partai Demokrat.
"Di periode kedua, justru Partai Demokrat menang," katanya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga telah beberapa kali menyesuaikan harga BBM sejak menjabat di 2014 hingga 2019.
"PDI Perjuangan, sebagai pengusung partai utama, menang juga. Partai Golkar, partai koalisinya Pak Jokowi, meskipun masuk di pertengahan jalan tetap suaranya masih cukup signifikan," jelasnya.
Oleh karena itu, untuk mengetahui secara presisi apakah kebijakan menaikkan harga BBM berdampak pada elektabilitas partai-partai koalisi pemerintah yang mengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, menurutnya, hal tersebut harus dilakukan survei terlebih dahulu setelah kebijakan tersebut resmi diberlakukan.
"Tapi karena ada kebijakan kenaikan harga BBM yang dianggap akan membebani masyarakat, maka ada sebagian pemilih yang tentu saja yang migrasi. Kemudian, ada yang tadi belum memutuskan, undecided votes, akan membuat pemilih menjadi wait and see," ujar Karyono.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
"Berpengaruh, tapi tidak signifikan," kata Karyono dalam siaran YouTube TV Desa seperti dipantau di Jakarta, Senin.
Menurut dia, kebijakan penyesuaian harga BBM bukanlah satu-satunya faktor penentu naik atau turunnya capaian tingkat keterpilihan suatu partai politik karena kebijakan menaikkan harga BBM hampir terjadi di semua era pemerintahan.
"Bukan satu-satunya variabel naik turunnya suatu suara," tambahnya.
Meski Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM, lanjutnya, dengan menggelontorkan bantuan langsung tunai (BLT) sebagai pengalih subsidi BBM kepada masyarakat tidak mampu bisa berpengaruh terhadap elektabilitas partai politik.
Dia mencontohkan kebijakan menaikkan harga BBM di masa kepemimpinan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang diikuti dengan kebijakan pemberian BLT. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM saat itu tidak berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara Partai Demokrat.
"Di periode kedua, justru Partai Demokrat menang," katanya.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga telah beberapa kali menyesuaikan harga BBM sejak menjabat di 2014 hingga 2019.
"PDI Perjuangan, sebagai pengusung partai utama, menang juga. Partai Golkar, partai koalisinya Pak Jokowi, meskipun masuk di pertengahan jalan tetap suaranya masih cukup signifikan," jelasnya.
Oleh karena itu, untuk mengetahui secara presisi apakah kebijakan menaikkan harga BBM berdampak pada elektabilitas partai-partai koalisi pemerintah yang mengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin, menurutnya, hal tersebut harus dilakukan survei terlebih dahulu setelah kebijakan tersebut resmi diberlakukan.
"Tapi karena ada kebijakan kenaikan harga BBM yang dianggap akan membebani masyarakat, maka ada sebagian pemilih yang tentu saja yang migrasi. Kemudian, ada yang tadi belum memutuskan, undecided votes, akan membuat pemilih menjadi wait and see," ujar Karyono.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022