Jakarta (Antara Babel) - KPK belum menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino setelah diperiksa sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) tahun 2010.

"Tanya Maqdir, tanya Maqdir, tanya Maqdir," kata Lino seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta sekitar 7 jam, Jumat.

Menurut Maqdir (pengacara Lino), pemeriksaan pertama Lino masih sebatas mengenai riwayat hidup dan peraturan pengadaan.

"Pemeriksaan hari ini sudah selesai, ada beberapa belas pertanyaan yang masih berkenaan dengan riwayat hidup dan terakhir mengenai konfirmasi mengenai peraturan pengadaan. Ini yang sudah dijawab oleh Pak Lino, saya kira itu yang bisa saya sampaikan," kata Maqdir.

Proses pengadaan yang dimaksud adalah pengadaan 3 "quay container crane" (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari Tiongkok sebagai penyedia barang.

"Proses pengadaan terhadap QCC melalui HDHM, itu yang dijelaskan cukup panjang sesuai dengan aturan yang ada. Jadi aturan-aturan yang dibuat memang ada perubahan-perubahan peraturan tetapi bukan karena adanya intervensi, tapi karena menyesuaikan dengan ketentuan kementerian BUMN, saya kira itu intinya," tegas Maqdir.

KPK menyangkakan RJ Lino melakukan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu diduga melakukan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan dan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Lino sebelumnya juga mengajukan praperadilan terhadap penetapannya sebagai tersangka ke KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun hakim tunggal Udjiati mengolak gugatan praperadilan tersebut karen amenilai KPK sudah memiliki 2 bukti permulaan dan sahnya penyelidik dan penyidik yang diangkat oleh KPK.

Menurut KPK, pengadaan 3 unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan 3 unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II. demi menguntungkan dirinya atau orang lain.

Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.

Pada 15 April 2014, KPK juga telah meminta keterangan RJ Lino terkait pelaporan tersebut, usai diperiksa Lino mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait pengadaan crane di beberapa dermaga yakni di Palembang, Lampung dan Pontianak. Bahkan, Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah berhasil membeli alat yang dipesan dengan harga yang murah.

Lino mengaku, proyek tahun anggaran 2010 itu sebenarnya memiliki nilai sekitar Rp 100 miliar. Alat yang dibeli itu sudah dipesan sejak 2007 namun sejak tahun 2007 proses lelang selalu gagal hingga akhirnya dia mengambil kebijakan untuk melakukan penunjukan langsung.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016