Jakarta (Antara Babel) - Mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) tahun 2010.
Lino yang tiba pada pukul 09.20 dengan mengenakan jaket kulit dan ditemani oleh kuasa hukumnya Maqdir Ismail tidak berkomentar kepada wartawan dan langsung masuk ke ruang tunggu steril gedung KPK.
"Pokoknya yang penting sekarang beliau sudah datang. Siap untuk dilakukan pemeriksaan, nanti kita lihat hasil pemeriksaannya," kata Maqdir di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Maqdir mengaku kondisi kesehatan kliennya masih tidak terlalu baik.
"Kondisinya masih tidak terlalu baik, tapi belaiu tetap datang," kata Maqdir.
Maqdir juga enggan berkomentar megnenai kemungkinan penahanan Lino.
"Nanti saja kita lihat," ungkap Maqdir singkat saat ditanya mengenai kemungkinan Lino ditahan. Kemarin (4/2), Lino juga menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane di PT Pelindo II.
Ia seharusnya diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (29/1) lalu, namun Lino tidak memenuhi panggilan itu karena terkena serangan jantung dan dirawat di RS Jakarta Medical Center hingga Selasa (2/2).
KPK menyangkakan RJ Lino melakukan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yaitu diduga melakukan perbuatan menyalahgunakan hukum dan kewenangan dan atau kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pada 15 Desember 2015 lalu, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan 3 "quay container crane" (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Pengadaan 3 unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan tiga unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.
Berdasarkan analisa perhitungan ahli teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyatakan bahwa analisa estimasi biaya dengan memperhitungkan peningkatan kapasitas QCC dari 40 ton menjadi 61 ton, serta eskalasi biaya akibat dari perbedaan waktu terdapat potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya 3.625.922 dolar AS (sekitar Rp50,03 miliar) berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPKP atas Dugaan Penyimpangan Dalam Pengadaan 3 Unit QCC Di Lingkungan PT Pelindo II (Persero) Tahun 2010 Nomor: LHAI-244/D6.02/2011 Tanggal 18 Maret 2011.
Pada 15 April 2014, KPK juga telah meminta keterangan RJ Lino terkait pelaporan tersebut, usai diperiksa Lino mengklaim sudah mengambil kebijakan yang tepat terkait pengadaan crane di beberapa dermaga yakni di Palembang, Lampung dan Pontianak.
Lino menyebut dirinya pantas diberi penghargaan lantaran sudah berhasil membeli alat yang dipesan dengan harga yang murah.
Lino mengaku, proyek tahun anggaran 2010 itu sebenarnya memiliki nilai sekitar Rp 100 miliar. Alat yang dibeli itu sudah dipesan sejak 2007 namun sejak tahun 2007 proses lelang selalu gagal hingga akhirnya dia mengambil kebijakan untuk melakukan penunjukan langsung.