Jakarta (Antara Babel) - Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino menyatakan siap jika ditetapkan menjadi tersangka atas tuduhan kasus pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC).
"Siap, ini negara hukum jadi kita ikutin saja," kata RJ Lino di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, ketika menjawab pertanyaan wartawan apabila ditetapkan menjadi tersangka.
Namun, ia tetap menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah atas tuduhan tersebut. Selain itu, ia juga mempersilakan jika Polisi memanggil kemungkinan adanya tersangka baru.
Dalam pemanggilan tersebut, ia mengatakan hanya mengisi paraf berita acara. "Tidak ada pemeriksaan apa-apa, kami hanya mengobrol saja," kata RJ Lino.
Sementara itu, Bareskrim Polri mengatakan, pemanggilan tersebut terkait untuk menelusuri lebih dalam lagi peran RJ Lino dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010.
"Memang sebuah pemeriksaan penyidikan itu perlu beberapa kali, apalagi perannya itu berhubungan satu sama lain," kata Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar.
Ia juga mengatakan akan terus menerus melakukan pemeriksaan untuk menggambarkan kasus secara keseluruhan.
Dalam penyampaiannya ia juga menegaskan kembali bahwa peran seseorang dalam suatu kasus belum tentu hanya sekali, jadi jika berkali-kali ada kemungkinan terkait dengan kasus lainnya, katanya.
Terkait penahanan atau tidak untuk RJ Lino, ia mengatakan sudah ada aturannya untuk alur, sehingga cukup memonitor saja.
Kemudian gelar perkara juga bisa dilakukan lebih dari satu kali untuk membangun sebuah perkara agar terlihat jelas.
Ia juga menyebutkan bahwa ada kemungkinan muncul tersangka baru lainnya dalam kasus dugaan korupsi QCC.
Sejauh ini kepolisian sudah melakukan uji fisik terhadap mobile crane dan ditemukan bahwa kondisi beberapa mobile crane ternyata tidak dapat beroperasi dengan baik.
Bareskrim baru menetapkan seorang tersangka di PT Pelindo II yakni Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II Ferialdy Nurlan.
Sementara hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkirakan kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai sebesar Rp37,9 miliar.