Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa satu saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan "Quay Container Crane" (QCC) di Pelindo.
"Seperti yang kami sampaikan sebelumnya penanganan kasus indikasi korupsi ini masih terus berjalan dan ada kegiatan-kegiatan seperti pemeriksaan saksi atau kegiatan yang lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Satu saksi yang diperiksa itu, kata Febri, yakni pensiunan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ferialdy Noerlan untuk tersangka Richard Joost (RJ) Lino.
Febri juga menegaskan bahwa proses penyidikan terhadap RJ Lino masih tetap berjalan seperti untuk proses perhitungan kerugian keuangan negara dan juga pencarian bukti yang ada di dalam maupun luar negeri.
"Memang ada satu masalah yang mau tidak mau akan terjadi untuk kasus-kasus ketika bukti-bukti itu tersebar tidak hanya di Indonesia tetapi di luar negeri karena itu akan bergantung pada kerja sama internasional yang dilakukan," ucap Febri.
Sebelumnya, KPK akan menindaklanjuti hasil audit investigasi BPK RI yang diserahkan Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI tentang Pelindo II terkait adanya potensi kerugian negara akibat perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) mencapai Rp4,08 triliun dengan membentuk tim gabungan.
"Segera kami tindak lanjuti dan kami sampaikan kami akan bentuk tim gabungan dari KPK, BPK, dan PPATK," kata Ketua KPK Agus Rahardjo seusai menerima perwakilan Pansus Angket Pelindo II di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7) lalu.
Selain menyerahkan audit BPK itu, Pansus Angket Pelindo II juga mempertanyakan kelanjutan kasus yang menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.
RJ Lino sendiri sampai saat ini belum ditahan KPK meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan 3 quay container crane (QCC).
Sebelumnya, Richard Joost Lino ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 Desember 2015 karena diduga memerintahkan pengadaan 3 quay container crane (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.
Menurut KPK, pengadaan 3 unit QCC tersebut tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai (pembangunan powerhouse), sehingga menimbulkan in-efisiensi atau dengan kata lain pengadaan 3 unit QCC tersebut sangat dipaksakan dan suatu bentuk penyalahgunaan wewenang dari RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan dirinya atau orang lain.