Jakarta (Antara Babel) - Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sekaligus Menteri ESDM Jero Wacik divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan dan pidana uang pengganti sejumlah Rp5,073 miliar subsider satu tahun kurungan.

"Menyatakan terdakwa Jero Wacik telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Selasa.

Ia terbukti menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) dan menerima gratifikasi, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif kedua, dakwaan kedua alternatif kedua dan dakwaan ketiga.

Dengan demikian, majelis menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jero Wacik berupa pidana penjara selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan ditambah dengan pidana denda sebesar Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan, ditambah pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp5,073 miliar.

Bila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak dapat membayarkan maka harta benda terdakwa akan dilelang dan bila kurang maka akan dipenjara selama satu tahun kurungan
   
Putusan itu jauh lebih rendah dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta agar Jero Wacik divonis selama sembilan tahun penjara ditambah denda Rp350 juta subsider empat bulan kurungan dan uang pengganti Rp18,79 miliar subsider empat tahun kurungan.

Putusan itu berdasarkan dakwaan pertama alternatif kedua yaitu pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 65 ayat (1) KUHP, dakwaan kedua alternatif kedua pasal 11 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan dakwaan ketiga pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Tito Suhud, Casmaya, Ugo dan Sigit Dermawan itu membacakan putusan selama sekitar 3 jam. Hadir dalam persidangan anak Jero Wacik antara lain Sagita Sinta Pratiwi namun tidak terlihat kader Partai Demokrat, partai tempat Jero berpolitik.

Hakim menilai bahwa kesalahan Jero Wacik adalah karena kelalaiannya dalam mengontrol anak buahnya dalam hal ini Kuasa Pengguna Anggaran yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.

"Hal yang meringankan, terdakwa Jero Wacik bersikap sopan sebagai Menteri Kemenbudpar dan Menteri ESDM telah memberikan kontribusi kepada bangsa dan negara yaitu meningkatkan devisa dalam bidang budaya dan pariwisata serta energi. Kerja terdakwa sebagai menteri diapresi oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyonno dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, perbuatan terdakwa tidak semata-mata kesalahan terdakwa tapi kurang kontrolnya terhadap Sekretaris Jenderal sebagai Kuasa Pengguna Anggaran," tambah anggota majelis hakim Sigit Dermawan.

Dalam dakwaan pertama, hakim menilai bahwa DOM yang disalahgunakan hanyalah DOM yang digunakan untuk kepentingan keluarga Jero yaitu senilai total Rp1,071 miliar. Jumlah itu berbeda dengan keyakinan JPU KPK yang menilai ada penyelewenangan sebesar Rp7,33 miliar oleh Jero dan Rp1,071 miliar oleh keluarganya selama menjabat sebagai Menbudpar pada 2008-2011.

"Perbuatan memerintahkan Luh Ayu untuk menggunakan DOM untuk keperluan keluarga terdakwa sehingga tidak sesuai dengan pasa 2 ayat 2 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 3 tahun 2006 tentang DOM yaitu DOM seharusnya untuk menunjang kegiatan representasi, pelayanan keamanan dan kegiatan lain yang melancarkan tugas menteri sehingga unsur menyalahgunakan kewenagnan ada dalam perbutan terdakwa," kata anggota majelis hakim Ugo.

Rinciannya adalah DOM untuk keluarga Jero Wacik pada 2008 Rp583 juta, pada 2009 sebesar Rp160 juta, pada 2010 Rp252 juta dan pada 2011 Rp65 juta.

"Majelis sepandapat dengan penasihat hukum yang menyatakan bahwa PMK No 3/2006 multifatsir dan disempurnakan dengan PMK No 268/2014 dan kalau asumsinya demikian maka semua menteri bisa kena sehingga penggunaan DOM untuk kepentingan terdakwa selama 2008-2011 sejumlah Rp7,2 miliar adalah merupakan diskresi terdakwa selaku Menbudpar dapat dipertanggungjawabkan dan perbuatan itu tidak bisa menjadi kesalahan yang dipertanggungjawabkan oleh terdakwa," tambah hakim Ugo.

Selanjutnya dalam dakwaan kedua, hakim hanya menilai bahwa selama menjadi Menteri ESDM pada November 2011 hinga Februari 2013, Jero mengambil DOM lebih dari peruntukkannya yaitu hingga Rp3,3 miliar.

DOM yang tersedia dalam DIPA November 2011 hingga Februari 2013 adalah sebesar Rp1,92 miliar sementara DOM yang diterima terdakwa pada peridoe itu adalah Rp3,3 miliar sehingga ada kelebihan Rp1,44 miliar.

Jumlah itu pada 10 April 2012-10 Juli 2013 digunakan untuk membiayai acara-acara terdakwa yang dibayar oleh kementerinan ESMD sebesar Rp1,91 miliar yaitu mengadakan acara di hotel Dharmawangsa dan memberikan pembiayaan untuk kegiatan Daniel Sparingga sebesar Rp610 juta padahal tidak ada dalam DIPA.

Walaupun terdakwa mengaku tidak tahu dana itu namun menurut majelis hal ini sudah dikualifisir unsur menerima hadiah, tambah anggota hakim Ugo.

Selanjutnya dalam dakwaan ketiga, Jero dinilai terbukti menerima Rp349 juta darikomisaris utama grup perusahaan PT Trinergi Mandiri Internasional yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Herman Afif Kusumo untuk membayari perayaan ulang tahunnya pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa.

"Pasal 11 menyatakan tidak perlu dipentingkan siapa yang menyuruh membayar ke Hotel Dharmawangsa namun ada unsur patut diketahui dana diberikan karena kewenangannya dengan jabatan telah terpenuhi sehingga dakwan ketiga pasal 11 telah dapat dibuktikan," tambah hakim.

Atas putusan tersebut baik Jero Wacik maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016