Komisi XIII DPR Republik Indonesia melalui revisi regulasi perundang-undangan memperluas cakupan perlindungan korban dan saksi, guna memberikan jaminan perlindungan hukum bagi korban dan saksi tindak pidana ini.

"Saat ini, perlindungan hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu yang dianggap membahayakan jiwa saksi dan korban saja," kata Anggota DPR RI Dapil Provinsi Kepulauan Babel Melati saat uji publik Perundang-undangan Perlindungan Korban dan Saksi di Pangkalpinang, Rabu.

Ia menyatakan perlindungan perlu diperluas ke tindak pidana lain seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mutilasi genital perempuan (FGM), kekerasan seksual terhadap perempuan secara umum, serta kejahatan lingkungan dan kehutanan.

"Saat ini, subjek yang dilindungi hanya saksi, korban, saksi pelaku dan pelapor. Perlu ada tambahan subjek seperti agen yang melakukan penyamaran (undercover agent) serta individu lain yang menghadapi ancaman akibat perannya dalam mengungkap kejahatan," katanya.

Ia menegaskan sebagai wujud komitmen yang kuat dalam memperjuangkan pembaruan regulasi yang berfokus pada keadilan substantif bagi saksi dan korban, Komisi XIII DPR telah memasukkan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.

"Jika perubahan undang-undang ini melebihi 50 persen, maka RUU ini tidak hanya dianggap sebagai perubahan, melainkan penggantian atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014," katanya.

Baca juga: Komisi XIII DPR uji publik RUU Perlindungan Saksi Korban di Bangka Belitung

Ia menyatakan langkah strategis ini mencerminkan dedikasi DPR untuk memperkuat mekanisme perlindungan hukum bagi saksi dan korban dengan lebih efektif, responsif dan inklusif, termasuk penyediaan bantuan medis, psikologis, psikososial, serta fasilitas kompensasi.

"Dalam upaya untuk menjaring masukan dari masyarakat secara luas dan komprehensif, Komisi XIII DPR pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 atau 25 Januari hingga 16 April 2025 telah melaksanakan rapat dengan pendapat umum dengan para pakar, akademisi," katanya.

Ia menambahkan beberapa masukan dari para pakar dan akademisi tersebut ada beberapa substansi usulan perubahan yang cukup mendapat perhatian, diantaranya perluasan cakupan tindak pidana seperti tambahan hak bagi korban dan saksi.

Selain itu, perlindungan terhadap saksi dan korban di tempat kerja agar tidak kehilangan pekerjaan akibat keterlibatannya dalam perkara hukum. Pengakuan terhadap Victim Impact Statement, yaitu hak korban untuk menyampaikan dampak emosional dan psikologis akibat tindak pidana yang dialaminya.

"Pemulihan hak korban melalui skema pendanaan seperti Dana Bantuan Korban atau Dana Abadi Korban, yang dapat diadopsi dari sistem Victim Trust Fund di beberapa negara lain," ujarnya.

Pewarta: Aprionis

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025