Gresik, Jawa Timur (Antara Babel) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) meresmikan unit produksi enzim berkapasitas 200 ton per tahun hasil pengembangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Petrosida Gresik ke skala komersial.
"Pemanfaatan hasil riset itu penting untuk industri karena sangat berpengaruh pada keberlanjutan usaha. Alhamdulillah hasil riset dari BPPT dan Universitas Airlangga sudah dimanfaatkan oleh industri," kata Nasir saat meresmikan unit produksi enzim di kawasan Bio Center PT Petrosida Gresik, Gresik, Jawa Timur, Jumat.
Penggunaan enzim yang berasal dari keanekaragaman hayati untuk menggantikan bahan kimia yang artinya ramah lingkungan tentu sangat penting. Terlebih, ia mengatakan penggunaan enzim dari sini bisa menurunkan angka impor enzim oleh berbagai industri di tanah air.
Penggunaan enzim ini, lanjutnya, sudah tentu juga akan berdampak pula pada limbah industri yang menjadi mudah terurai.
"Ini sangat penting karena selama ini bahan kimia yang diproduksi," katanya.
Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan pihaknya melalui Pusat Teknologi Bioindustri telah mengembangkan teknologi produksi enzim menggunakan sumberdaya hayati lokal.
Pengembangan teknologi ini telah dilakukan mulai dari riset pada skala laboratorium sampai dengan uji produksi pada skala pilot dengan kapasitas fermentor 150 dan 1500 liter.
Beberapa jenis enzim yang telah dikembangkan antara lain protease dan xilanase telah diujiaplikasikan di industri penyamakan kulit serta bubur kertas dan kertas. Dan saat ini telah dilakukan pengembangan pada skala komersial bekerjasama dengan PT Petrosida Gresik.
Dalam rangka pembangunan unit produksi enzim, BPPT telah memberikan dukungan teknologi dalam bentuk konsultasi teknis, desain proses dan alih teknologi.
Konsultasi teknis dilakukan untuk membantu PT Petrosida Gresik dalam menyiapkan dokumen "engineering design", sedangkan transfer teknologi dilakukan dengan memberikan pelatihan mulai dari teknologi produksi hulu dan hilir enzim.
Teknologi produksi hulu antara lain meliputi persiapan starter, pekerjaan mikrobiologi sampai dengan proses fermentasi. Sedangkan proses hilir meliputi pemisahan atau separasi, pemekatan, pemurnian dan pengeringan sampai dengan pengemasan.
Sebagaimana diketahui bahwa hampir 99 persen kebutuhan enzim (biokatalis) untuk industri masih diimpor dari luar negeri seperti Cina, India, Jepang dan sebagian dari Eropa. Kebutuhan enzim cenderung meningkat setiap tahun dan diperkirakan permintaan pasar global terhadap enzim meningkat sekitar 7 persen (2015-2020) per tahun.
Konsumsi enzim industri di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 2500 ton dengan nilai impor sekitar Rp200 miliar pada 2017 dengan laju pertumbuhan volume rata-rata 5 hingga 7 persen per tahun. Suatu nilai yang cukup besar untuk mendorong upaya kemandirian dalam memproduksi enzim nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Pemanfaatan hasil riset itu penting untuk industri karena sangat berpengaruh pada keberlanjutan usaha. Alhamdulillah hasil riset dari BPPT dan Universitas Airlangga sudah dimanfaatkan oleh industri," kata Nasir saat meresmikan unit produksi enzim di kawasan Bio Center PT Petrosida Gresik, Gresik, Jawa Timur, Jumat.
Penggunaan enzim yang berasal dari keanekaragaman hayati untuk menggantikan bahan kimia yang artinya ramah lingkungan tentu sangat penting. Terlebih, ia mengatakan penggunaan enzim dari sini bisa menurunkan angka impor enzim oleh berbagai industri di tanah air.
Penggunaan enzim ini, lanjutnya, sudah tentu juga akan berdampak pula pada limbah industri yang menjadi mudah terurai.
"Ini sangat penting karena selama ini bahan kimia yang diproduksi," katanya.
Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan pihaknya melalui Pusat Teknologi Bioindustri telah mengembangkan teknologi produksi enzim menggunakan sumberdaya hayati lokal.
Pengembangan teknologi ini telah dilakukan mulai dari riset pada skala laboratorium sampai dengan uji produksi pada skala pilot dengan kapasitas fermentor 150 dan 1500 liter.
Beberapa jenis enzim yang telah dikembangkan antara lain protease dan xilanase telah diujiaplikasikan di industri penyamakan kulit serta bubur kertas dan kertas. Dan saat ini telah dilakukan pengembangan pada skala komersial bekerjasama dengan PT Petrosida Gresik.
Dalam rangka pembangunan unit produksi enzim, BPPT telah memberikan dukungan teknologi dalam bentuk konsultasi teknis, desain proses dan alih teknologi.
Konsultasi teknis dilakukan untuk membantu PT Petrosida Gresik dalam menyiapkan dokumen "engineering design", sedangkan transfer teknologi dilakukan dengan memberikan pelatihan mulai dari teknologi produksi hulu dan hilir enzim.
Teknologi produksi hulu antara lain meliputi persiapan starter, pekerjaan mikrobiologi sampai dengan proses fermentasi. Sedangkan proses hilir meliputi pemisahan atau separasi, pemekatan, pemurnian dan pengeringan sampai dengan pengemasan.
Sebagaimana diketahui bahwa hampir 99 persen kebutuhan enzim (biokatalis) untuk industri masih diimpor dari luar negeri seperti Cina, India, Jepang dan sebagian dari Eropa. Kebutuhan enzim cenderung meningkat setiap tahun dan diperkirakan permintaan pasar global terhadap enzim meningkat sekitar 7 persen (2015-2020) per tahun.
Konsumsi enzim industri di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 2500 ton dengan nilai impor sekitar Rp200 miliar pada 2017 dengan laju pertumbuhan volume rata-rata 5 hingga 7 persen per tahun. Suatu nilai yang cukup besar untuk mendorong upaya kemandirian dalam memproduksi enzim nasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017