Jakarta (Antara Babel) - Anggota Bidang Hukum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Muhamad Joni meminta Komisi I DPR konsisten melarang iklan rokok melalui Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran meskipun Badan Legislasi DPR menentang larangan iklan rokok.

"Mandat konstitusional ada pada Komisi I DPR. Mereka harus konsisten. Abaikan saja Baleg kalau menentang larangan iklan rokok," kata Joni dihubungi di Jakarta, Jumat.

Joni mengatakan Komisi I harus mengoptimalkan mandat dan wewenang konstitusionalnya. Larangan iklan rokok secara politik hukum dan substansi sudah disepakati oleh Komisi I melalu naskah RUU Penyiaran yang sudah mereka selesaikan.

"Baleg seharusnya hanya melakukan sinkronisasi dan harmonisasi saja. Komisi I memiliki justifikasi yang kuat. Itu modal bagi Komisi I," tuturnya.

Joni mengatakan iklan rokok jelas-jelas melanggar etika karena mengiklankan zat adiktif. Karena itu, larangan iklan rokok pada naskah RUU Penyiaran mengedepankan etika melalui sebuah produk hukum.

"Etika lebih utama daripada hukum. Etika itu ibarat lautan bagi perahu hukum. Tidak akan bisa berjalan perahu hukum tanpa lautan etika," katanya.

Joni mengatakan Komnas Pengendalian Tembakau mendukung Komisi I untuk konsisten melarang iklan rokok. Sebagai sebuah putusan politik, RUU Penyiatan merupakan tanggung jawab politik Komisi I.

Apalagi, larangan iklan rokok sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie, larangan iklan rokok di media penyiaran pernah diberlakukan.

"Kita menginginkan kondisi baru, yaitu tidak ada iklan rokok di media penyiaran. Komisi I harus konsisten memastikan hak masyarakat akan kesehatan yang merupakan bagian dari hak hidup yang tidak bisa dikurangi sedikit pun," tukasnya.

Pewarta: Dewanto Samodro

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017