Kuta, Bali (Antaranews Babel) - Indonesia Fashion Chamber (IFC) Denpasar, Bali, menonjolkan keunikan kain tradisional berpadu dengan desain terkini yang diharapkan menjadi gaya busana masyarakat mendatang karena perkembangan mode dunia saat ini lebih mengarah ke kawasan Asia.
"Kami menawarkan identitas budaya yang kami punya tetapi tetap dikemas secara global," kata Ketua IFC Denpasar Dewa Made Weda Githapradana di Seminyak Kuta, Kabupaten Badung, Minggu.
Dia menjelaskan kain-kain tradisional seperti tenun akan lebih ditonjolkan dengan menggabungkan konsep desain gaya Barat atau tren mode yang saat ini lahir di negara barat dalam pagelaran busana "Bali Fashion Tren".
Sehingga, karya busana tersebut menghasilkan gaya ekletik atau pencampuran desain dari beberapa periode waktu seperti klasik, modern, kontemporer atau tradisional yang dipercaya memiliki nilai tambah.
"Indonesia dan Bali khususnya memiliki potensi besar dalam bidang kreatif untuk `fashion` dan kami mampu bersaing dengan desainer nasional dan dunia," ucap perancang busana kelahiran Singaraja itu.
Perancang busana muda itu optimistis gaya busana dengan sentuhan tradisional atau tradisi budaya akan tetap menjadi tren tahun mendatang.
Apalagi pemerintah daerah dan kalangan swasta mengakomodasi penggunaan busana contohnya kain tenun khas Bali atau "endek" menjadi busana wajib bagi para pegawainya.
Sementara itu terkait tren warna busana tahun mendatang, jebolan salah satu sekolah mode di Surabaya itu memprediksi warna unggu dan biru laut akan menjadi gaya dalam berbusana mengingat dua warna itu identik dengan eksotisme dunia Timur.
Dalam tahun keempat pagelaran busana tersebut, lanjut dia, akan menghadirkan karya 40 desainer dari seluruh Indonesia untuk mempersembahkan perkiraan tren busana 2019.
Pagelaran busana "Bali Fashion Tren" tahun ini mengangkat tema "Look to the east" yang menonjolkan kekayaan budaya Timur dalam ajang mode yang berlangsung di TS Suites Seminyak 11-13 Mei 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Kami menawarkan identitas budaya yang kami punya tetapi tetap dikemas secara global," kata Ketua IFC Denpasar Dewa Made Weda Githapradana di Seminyak Kuta, Kabupaten Badung, Minggu.
Dia menjelaskan kain-kain tradisional seperti tenun akan lebih ditonjolkan dengan menggabungkan konsep desain gaya Barat atau tren mode yang saat ini lahir di negara barat dalam pagelaran busana "Bali Fashion Tren".
Sehingga, karya busana tersebut menghasilkan gaya ekletik atau pencampuran desain dari beberapa periode waktu seperti klasik, modern, kontemporer atau tradisional yang dipercaya memiliki nilai tambah.
"Indonesia dan Bali khususnya memiliki potensi besar dalam bidang kreatif untuk `fashion` dan kami mampu bersaing dengan desainer nasional dan dunia," ucap perancang busana kelahiran Singaraja itu.
Perancang busana muda itu optimistis gaya busana dengan sentuhan tradisional atau tradisi budaya akan tetap menjadi tren tahun mendatang.
Apalagi pemerintah daerah dan kalangan swasta mengakomodasi penggunaan busana contohnya kain tenun khas Bali atau "endek" menjadi busana wajib bagi para pegawainya.
Sementara itu terkait tren warna busana tahun mendatang, jebolan salah satu sekolah mode di Surabaya itu memprediksi warna unggu dan biru laut akan menjadi gaya dalam berbusana mengingat dua warna itu identik dengan eksotisme dunia Timur.
Dalam tahun keempat pagelaran busana tersebut, lanjut dia, akan menghadirkan karya 40 desainer dari seluruh Indonesia untuk mempersembahkan perkiraan tren busana 2019.
Pagelaran busana "Bali Fashion Tren" tahun ini mengangkat tema "Look to the east" yang menonjolkan kekayaan budaya Timur dalam ajang mode yang berlangsung di TS Suites Seminyak 11-13 Mei 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018