Pangkalpinang, (ANTARA Babel) - Petani lada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diminta terapkan kembali kearifan lokal untuk meningkatkan produksi lada di daerah itu.

"Kearifan lokal yang diterapkan adalah sistem alami yang digunakan oleh para petani pada zaman dahulu seperti penggunaan pupuk kandang, penggunaan urine sapi atau pupuk organik cair, karena sistem tersebut sudah terbukti lebih berkualitas dari pada sistem yang terapkan saat ini," ujar Ketua Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Babel, Zaenal Arifin di Pangkalpinang, Kamis.

Ia menjelaskan, kearifan lokal para petani itu sudah semakin ditinggalkan karena masyarakat sudah dimanjakan dengan penggunaan sistem yang serba instan.

Zaenal Arifin mengakui penggunaan sistem instan seperti penggunaan bahan kimia dapat memproduksi lada dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan penggunaan pupuk organik.

Akan tetapi, kata dia, para petani tidak menyadari bahwa dalam jangka panjang akan mempengaruhi usia perkebunan lada dan produksi lada di daerah itu.

"Sekarang sudah terbukti hasil produksi lada Babel terus menurun karena para petani cenderung menggunakan bahan kimia yang cenderung lebih instan sehingga mempengaruhi produksi lada," ujarnya.

Selain itu, kata Zaenal, para petani tidak memahi bahwa penggunaan bahan kimia biayanya cenderung lebih besar dibandingkan penggunaan pupuk organik.

Ke depannya BP3L Babel bersama dengan pemerintah daerah setempat berupaya meningkatkan produksi dan penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan kembali produksi lada di daerah itu.

Sementara itu, berdasarkan Komunitas Lada Internasional atau International Pepper Community (IPC) pada September 2012 harga ekpor lada hitam Bangka masih tertinggi di dunia yaitu mencapai Rp89.500 per kilogram.

"Hal itu menandakan kualitas dan kuantitas lada hitam Babel sudah diakui dunia, sehingga menjadi peluang baik untuk bisa menguasai pangsa pasar dunia," tegasnya.

Pewarta:

Editor : Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2012