Muntok (Antara Babel) - Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meminta pemerintah daerah lebih serius dalam mengambil kebijakan terkait pengembangan perkebunan lada untuk mengembalikan kejayaan "Muntok White Pepper".
"Dalam upaya mengembalikan kejayaan lada putih Muntok ini perlu langkah strategis dan sungguh-sungguh, kebijakan yang diambil harus benar-benar sesuai kebutuhan dan menguntungkan petani," kata Kepala BP3L Babel, Zainal Arifin di Muntok, Selasa.
Menurut dia, untuk mengembalikan kejayaan "Muntok White Pepper" yang dalam sejarahnya pernah menguasai pasar internasional memang merupakan tantangan cukup berat mengingat perkebunan lada di Babel luasnya masih kurang.
"Kebijakan sektor tambang timah dan perkebunan sawit yang dibuat pemerintah beberapa tahun lalu membuat nyali petani lada semakin ciut dan berbondong-bondong beralih ke sektor usaha tambang dan sawit yang dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi," kata dia.
Menurut dia, kebijakan BP3L bekerja sama dengan Kemenkum dan HAM yang berhasil menerbitkan sertifikat HAKI "Muntok White Pepper" diharapkan mampu memberikan motivasi kepada petani lada di daerah itu.
Selain motivasi, katanya, penerbitan sertifikat itu juga merupakan tantangan bagi masyarakat untuk bersama-sama berpacu mengembangkan lada putih di seluruh kabupaten se-Babel.
"Memang saat ini Kabupaten Bangka Selatan masih merupakan sentra lada di Babel, namun kami yakin jika petani lada di Bangka Barat didorong dan difasilitasi oleh pemerintah setempat, Bangka Barat juga akan mampu menjadi sentra lada putih," kata dia.
Menurut dia, lada merupakan perkebunan budi daya yang dilakukan turun temurun petani di daerah itu, bahkan pada masa jayanya, lada mampu memberi kontribusi besar terhadap pembangunan daerah.
Ia mengatakan, pada sekitar tahun 2000, lada putih Bangka mampu menguasai 85 persen kebutuhan pasar internasional, namun setelah pembukaan pertambangan dan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran, produksi lada turun drastis dan harga berada di titik terendah yaitu dari Rp60.000 menjadi Rp30.000 per kilogram.
"Ini sungguh ironis karena pada saat itu lada Babel hanya mampu memproduksi sekitar lima persen kebutuhan konsumsi dunia," kata dia.
Untuk itu ia berharap, pemerintah daerah memberikan kebijakan yang sesuai untuk mengembalikan kejayaan lada babel, salah satunya melalui revitalisasi yang harus segera dilaksanakan.
"Melalui revitalisasi dan harga lada yang saat ini mampu menembus harga tertinggi yaitu Rp177.000 per kilogram mendorong petani untuk semakin menggeluti bisang usaha penanaman lada dan mampu menjaga kualitas lada, jangan sampai komoditas lada Babel kembali seperti pada 2007, dimana harga lada turun di titik terendah," kata dia.
BP3L Babel Minta Pemkab Seriusi Perkebunan Lada
Selasa, 26 Mei 2015 22:43 WIB
"Dalam upaya mengembalikan kejayaan lada putih Muntok ini perlu langkah strategis dan sungguh-sungguh, kebijakan yang diambil harus benar-benar sesuai kebutuhan dan menguntungkan petani,"