Muntok (Antaranews Babel) - Sejumlah atraksi seni pertunjukan memeriahkan perayaan "Cap Go Meh" yang digelar di pelataran Kelenteng Kong Fuk Maiu Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Kami berharap penampilan seni pertunjukan ini bisa memberikan hiburan bagi masyarakat, sekaligus memeriahkan perayaan hari besar warga keturunan Tionghoa," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno di Muntok, Selasa.
Berbagai seni pertunjukan antara lain seni tari taichi dan tari kipas yang ditampilkan para siswa SD Santa Maria Muntok, seni musik, seni barongsai dari kelompok Bun Chiang dan pesta kembang api ditampilkan untuk menghibur warga di ujung barat Pulau Bangka tersebut.
"Selain menambah kekayaan budaya lokal, kami harapkan kegiatan perayaan `Cap Go Meh` ini memberikan sumbangsih dalam menciptakan rasa cinta damai dan kebersamaan agar menjadi masyarakat yang rukun tanpa memandang perbedaan suku dan agama," katanya.
Cap Go Meh yang digelar pada hari ke-15 dari perayaan Imlek merupakan hari terakhir masa perayaan tahun baru komunitas Tionghoa di seluruh dunia.
Istilah itu berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari ke-15 dari bulan pertama karena `cap` memiliki arti sepuluh, `go` berarti lima, dan `meh` adalah malam atau bisa diartikan masa perayaan tahun baru Imlek yang berlangsung selama 15 hari.
Perayaan Cap Go Meh dilakukan untuk memberikan penghormatan terhadap Dewi Thai Yi atau dewa tertinggi di langit pada zaman Dinasti Han yaitu pada masa 206 sebelum Masehi hingga 221 Masehi.
Dahulu Cap Go Meh dilakukan secara tertutup untuk kalangan istana dan belum dikenal masyarakat awam. Festival tersebut dilakukan pada malam hari sehingga warga harus menyediakan banyak lampion dan aneka lampu warna-warni untuk memeriahkan acara.
Lampion merupakan pertanda kesejahteraan hidup bagi seluruh anggota keluarga sehingga biasanya Caqp Go Meh sering juga disebut festival lampion.
Ketika pemerintahan dinasti Han berakhir, barulah Cap Go Meh dikenal luas oleh masyarakat dan memanfaatkan momentum tersebut untuk bersenang-senang sambil menikmati pemandangan lampion yang diberi banyak hiasan.
"Hal itu terjadi turun temurun hingga saat ini, untuk itu kami cukup mengapresiasi warga Tionghoa yang ada di Muntok untuk selalu melestarikan budaya luhur tersebut," katanya.
Melalui kegiatan itu, Pemkab Bangka Barat berharap ke depan generasi muda di daerah itu, terutama warga keturunan Tionghoa, untuk ikut menjaga kelestarian berbagai budaya leluhur agar bisa dinikmati generasi selanjutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Kami berharap penampilan seni pertunjukan ini bisa memberikan hiburan bagi masyarakat, sekaligus memeriahkan perayaan hari besar warga keturunan Tionghoa," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno di Muntok, Selasa.
Berbagai seni pertunjukan antara lain seni tari taichi dan tari kipas yang ditampilkan para siswa SD Santa Maria Muntok, seni musik, seni barongsai dari kelompok Bun Chiang dan pesta kembang api ditampilkan untuk menghibur warga di ujung barat Pulau Bangka tersebut.
"Selain menambah kekayaan budaya lokal, kami harapkan kegiatan perayaan `Cap Go Meh` ini memberikan sumbangsih dalam menciptakan rasa cinta damai dan kebersamaan agar menjadi masyarakat yang rukun tanpa memandang perbedaan suku dan agama," katanya.
Cap Go Meh yang digelar pada hari ke-15 dari perayaan Imlek merupakan hari terakhir masa perayaan tahun baru komunitas Tionghoa di seluruh dunia.
Istilah itu berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari ke-15 dari bulan pertama karena `cap` memiliki arti sepuluh, `go` berarti lima, dan `meh` adalah malam atau bisa diartikan masa perayaan tahun baru Imlek yang berlangsung selama 15 hari.
Perayaan Cap Go Meh dilakukan untuk memberikan penghormatan terhadap Dewi Thai Yi atau dewa tertinggi di langit pada zaman Dinasti Han yaitu pada masa 206 sebelum Masehi hingga 221 Masehi.
Dahulu Cap Go Meh dilakukan secara tertutup untuk kalangan istana dan belum dikenal masyarakat awam. Festival tersebut dilakukan pada malam hari sehingga warga harus menyediakan banyak lampion dan aneka lampu warna-warni untuk memeriahkan acara.
Lampion merupakan pertanda kesejahteraan hidup bagi seluruh anggota keluarga sehingga biasanya Caqp Go Meh sering juga disebut festival lampion.
Ketika pemerintahan dinasti Han berakhir, barulah Cap Go Meh dikenal luas oleh masyarakat dan memanfaatkan momentum tersebut untuk bersenang-senang sambil menikmati pemandangan lampion yang diberi banyak hiasan.
"Hal itu terjadi turun temurun hingga saat ini, untuk itu kami cukup mengapresiasi warga Tionghoa yang ada di Muntok untuk selalu melestarikan budaya luhur tersebut," katanya.
Melalui kegiatan itu, Pemkab Bangka Barat berharap ke depan generasi muda di daerah itu, terutama warga keturunan Tionghoa, untuk ikut menjaga kelestarian berbagai budaya leluhur agar bisa dinikmati generasi selanjutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019