Palu (ANTARA) - Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Rabu sekitar pukul 10:32,03 WIB diguncang gempa bumi berkekuatan 5,1 magnitudo sehingga membuat sebagian warga berhamburan ke luar rumah karena masih trauma dengan gempa yang pernah terjadi pada 28 September 2018 yang menelan korban jiwa mencapai ribuan orang.
Gempa bumi yang terjadi saat kebanyakan warga sedang beraktivitas tersebut, termasuk karyawan dan wartawan ANTARA Biro Sulteng, yang langsung berlarian keluar untuk menghindari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan jiwa.
Begitu pula terlihat di beberapa kantor yang berdekatan dengan Kantor Biro ANTARA Sulteng banyak yang berhamburan keluar.
"Meski tidak keras, tetapi guncangan gempa cukup menakutkan bagi kami," kata Johana, salah seorang karyawan ANTARA Biro Sulteng.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatoligi dan Geofisika (BMKG) gempa berkekuatan 5,1 magnitudo yang mengguncang Kota Palu itu terletak pada 1.40 lintang selatan (LS) dan 119.93 bujur timur (BT) dengan kedalaman sekitar 10 km.
Lokasi gempa sekitar 5 km tenggara Sigi, 55km tenggara Palu, 68km tenggara Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, dan 91 km barat daya Poso, Sulteng.
Sebelumya pada April 2020 sekitar pukul 01.37 WITA, guncangan masih terjadi di wilayah Doda, Kabupaten Poso dengan kekuatan 2,9 SR kedalaman 10 kilometer, namun titik koordinat sedikit bergeser ke arah 10 kilometer barat daya Doda.
Meski lokasi gempa cukup jauh, tetapi dirasakan pula di Kota Palu.
Berselang sekitar 30 menit gempa susulan kembali terjadi di koordinat yang sama namun intensitas guncangan menurun berskala kecil 2,6 magnitudo .
gempa tidak menimbulkan tsunami.
Gempa terbesar mengguncang tiga wilayah di Sulteng yakni Palu, Sigi dan Donggala pada 28 SWeptember 2018 yang menelan ribuan korban jiwa dan memorak-porandakan perekonomian masyarakat dan menghancurkan infranstruktur jalan, jembatan linstrik, telekomunikasi dan jaringan irigasi Gumbasa di Kabupaten Sigi yang hingga kini masih dalam tahap perbaikan oleh Kementerian PUPR.
Akibat rusaknya irigasi tersebut sekitar 7.000an hektare lahan pertanian di Sigi hingga kini masih belum pulih.