Padang (ANTARA) - Sembilan tahun silam Wawan mengantarkan putri sulungnya mendaftar ke salah satu SD negeri di Kota Padang dengan langkah tegap dan pasti sebagai gerbang harapan menuju cita-cita terbaik di masa datang.
Saat itu bapak tiga anak yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang ikan keliling tersebut merasa yakin putrinya yang baru berusia 5,5 tahun diterima dan mampu belajar sebagaimana murid lainnya.
Tak sia-sia kendati masuk SD lebih awal, putri sulungnya diterima dan yang lebih menggembirakan setiap penerimaan rapor selalu mendapat ranking lima besar.
Wawan pun bangga dengan semangat belajar anaknya yang meluap-luap. Meski dia hanya lulusan SMA dan penghasilan pas-pasan segala kebutuhan belajar putrinya akan selalu diupayakan.
Enam tahun menyelesaikan pendidikan di SD prestasi putri Wawan terus menjulang dan saat menempuh pendidikan di bangku SMP gairah belajarnya kian membara.
Jika di SD putrinya berlangganan lima besar saat menerima rapor, di bangku SMP naik menjadi tiga besar.
Sejumlah prestasi lain pun diraih mulai dari lomba karya ilmiah tingkat SMP, lomba tahfiz Al Quran hingga Olimpiade IPA.
Putri Wawan menjadi salah satu andalan sekolah jika ada perlombaan berkat bakat dan kecerdasan yang dikaruniakan Tuhan padanya.
Selepas SMP, putri Wawan pun melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Dengan pertimbangan agar tidak terlalu besar ongkos kendaraan ia memilih sekolah negeri yang ada di kecamatannya.
Namun masalah pun muncul. Putri Wawan saat ini berusia 14,5 tahun atau kurang enam bulan karena memang masuk SD lebih awal.
Usai mengikuti seleksi pendaftaran siswa baru secara daring, putrinya tidak masuk dalam calon siswa yang diterima karena secara usianya termasuk yang paling kecil.
Proses Penerimaan Siswa Baru 2020 mengacu kepada ketentuan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB dengan indikator penerimaan berbasis zonasi dan usia calon siswa.
Artinya kelulusan ditentukan oleh jarak rumah dengan sekolah, bukan nilai serta usia calon siswa yang diranking dari yang paling besar.
Perubahan kebijakan dalam penerimaan siswa baru yang tidak lagi mempertimbangkan prestasi belajar membuat nasib putri Wawan berada di ujung tanduk.
Jika putrinya tak diterima di SMA negeri jelas saja ia tak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke swasta.
Hal serupa juga dialami Toni saat hendak mendaftarkan putranya ke bangku SMP di Padang. Saat ini putranya masih berusia 12 tahun dua bulan.
Setelah mendaftar ke dua SMP namanya berada di bawah garis karena jarak rumah dengan sekolah 650 meter.
Ia harus bersaing dengan calon pelajar lain yang rumahnya lebih dekat dari sekolah.
Kini ia masih menunggu pendaftaran tahap I selesai dan berharap ada calon yang tidak mendaftar sehingga anaknya bisa lolos.
Zonasi dan Umur
Pemerintah Kota Padang menetapkan penerimaan siswa baru pada tahun 2020 menggunakan sistem dalam jaringan (daring) untuk tingkat SD maupun SMP.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Habibul Fuadi menyampaikan pada tahap I calon peserta didik dapat mendaftar pada sekolah dalam zona paling banyak tiga sekolah.
Kemudian pada tahap II adalah pemenuhan daya tampung yang diperuntukkan bagi calon peserta didik yang tidak diterima pada tahap I dengan memilih maksimal dua sekolah yang masih tersedia daya tampungnya
Ia menegaskan untuk SD sistem seleksi berdasarkan usia dengan persyaratan usia paling rendah enam tahun per 1 Juli 2020 dan untuk usia kurang dari 6 tahun sampai usia 5 tahun 6 bulan harus dilengkapi dengan surat rekomendasi dari psikolog profesional.
Sementara untuk tingkat SMA dan sederajat Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA sederajat di Sumatera Barat tahun ini dilakukan secara daring.
"Kita memutuskan skema penerimaan mengikuti sepenuhnya arahan dari pemerintah pusat, menggunakan sistem zonasi murni. Tolok ukur zonanya adalah sekolah yang terdekat dengan rumah calon pelajar," kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Adib Alfikri.
Pada awalnya pendaftaran PPDB SMA dan SMK dilakukan melalui website http://ppdbsumbar2020.id namun karena bermasalah di tengah perjalanan pindah ke alamat https://sma.ppdbsumbar.id.
Untuk jenjang SMK ada empat jalur yaitu seleksi nilai rapor, prestasi, jalur anak tenaga kependidikan dan jalur afirmasi. Sedangkan, untuk penerimaan SMA ada empat jalur yang digunakan yakni skema zonasi, jalur prestasi, inklusi dan jalur afirmasi.
Temuan masalah
Proses penerimaan peserta didik baru pada tahun ini di Sumatera Barat mengalami sejumlah persoalan mulai dari sulitnya calon siswa mengakses web pendaftaran, adanya peretasan web, hingga pengumuman kelulusan yang tak sesuai harapan.
Ombudsman perwakilan Sumatera Barat menemukan indikasi pemberian keterangan alamat palsu, pada Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan oleh Camat Padang Panjang Timur digunakan untuk mendaftar sekolah.
"Indikasi ini kami temukan setelah ada laporan pengaduan masuk ke Ombudsman, masyarakat merasa ada pergerakan yang aneh, dari komposisi pengumuman sementara atau uji publik yang terdapat di website PPDB Sumbar khususnya untuk SMA 1 Padang Panjang," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yefri Heriani .
Menurut dia dari laporan yang masuk calon siswa yang tadinya lolos tiba-tiba gagal atau terlempar dari zona terdekat.
"Penyebabnya adalah ada sekitar 20 lebih SKD yang masuk. Dan SKD itu, secara zona dekat ke SMA 1 Padang Panjang," ujarnya.
Indikasi yang dilaporkan misalnya, ada yang menerangkan tinggal dekat dari SMAN 1 Padang, di Jalan KH. Ahmad Dahlan, Kelurahan Guguak Malintang, Kecamatan Padang Panjang Timur.
"Namun menurut pelapor, sebenarnya mereka berdomisili ada yang di Gantiang, Gunung atau Ngalau," kata dia.
Ia mengatakan indikasi tersebut telah diteruskan ke Dinas Pendidikan Sumbar, berdasarkan keterangan Ketua PPDB Dinas Pendidikan Suryanto, bahwa mereka yang terindikasi pemberian keterangan atau SKD palsu tersebut kelulusannya telah dibatalkan.
Menurut Suryanto, pemerintah daerah juga berkomitmen untuk membatalkan agar seleksi PPDB ini dapat dilaksanakan dengan jujur, bahkan, Camat Padang Panjang Timur telah datang ke Dinas Pendidikan untuk menjelaskan masalah ini.
Tidak hanya di Kota Padang Panjang, sebagian masyarakat juga melaporkan indikasi yang sama terjadi di Kota Padang.
"Masyarakat mengeluh, karena tiba-tiba banyak yang menggunakan SKD. Anehnya, SKD dengan jumlah mencapai puluhan itu, hanya terjadi di beberapa sekolah, yang dulu disebut unggul atau favorit,"ujarnya
Di SMA 1 Padang misalnya, setelah dilakukan verifikasi kelapangan dan ditanya ke tetangga, namun tetangga tak mengenal sang anak.
Selain itu, ada rumah yang telah disewakan, namun masih dijadikan tempat tinggal dalam SKD oleh yang punya rumah.
SKD juga digunakan oleh anak pejabat, tapi semua indikasi sedang diperiksa, hal yang sama, juga terjadi pada SMA 10 dan SMA 3 Padang, ujarnya.
Ia menilai jika pengaduan tersebut terbukti maka bertentangan dengan Pasal 39, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB juncto Pasal 60 Nomor 40 Tahun 2020 tentang Tata Cara dan Persyaratan PPDB Pada SMAN, SMKN dan SLBN dan Sekolah Berasrama Negeri.
"Maka, terhadap pelanggaran tersebut, diberikan sanksi sesuai aturan yang berlaku Dinas Pendidikan sendiri telah berkomitmen, akan membatalkan kelulusan siswa, walau pun telah dinyatakan lolos," ujarnya.
Solusi
Melihat sejumlah persoalan yang terjadi pada proses PPDB di Sumbar Ombudsman perwakilan Sumatera Barat mengingatkan jangan sampai ada siswa yang putus sekolah akibat rumitnya Proses Penerimaan Siswa Baru (PPDB).
"Kalau ada siswa yang tidak dapat sekolah muncul masalah baru, dapat saja perkawinan anak meningkat dan akan lebih banyak lagi rentetan persoalan yang timbul," ujar Kepala Ombudsman perwakilan Sumbar Yefri Heriani.
Menurut dia, pemangku kepentingan terkait harus bijaksana menyikapi apalagi pendidikan adalah hak anak bangsa.
Jangan sampai karena proses PPDB yang rumit kemudian ada anak yang tidak diterima di sekolah negeri, kalau untuk ke swasta karena biaya besar orang tua juga kurang mampu, kata dia.
Untuk menyiasati hal ini lembaga seperti Badan Amil Zakat dan sejenis harus siap membantu calon siswa yang kesulitan biaya termasuk dari pemerintah daerah agar semua anak usia sekolah tetap dapat melanjutkan pendidikan.
Sejalan dengan ini Asisten Ombudsman perwakilan Sumbar Adel Wahidi memberi solusi jika saat ini sekolah negeri memiliki daya tampung terbatas maka dapat menambah rombongan belajar.
"Caranya adalah anggota DPRD lewat pokok pikiran mengalokasikan pembangunan ruang kelas baru," ujarnya.
Ia melihat ini merupakan saat yang tepat bagi para anggota DPRD untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat selaku pemilih dengan mengalokasikan dana pokok pikiran untuk pembangunan ruang kelas baru.
Dengan demikian ada solusi untuk jangka pendek dan untuk jangka panjang tentu saja harus memikirkan pemerataan lokasi sekolah dengan pemukiman warga, kata dia.
Sebelumnya Pemerintah Kota Padang akan membangun 76 unit ruang kelas baru pada 2020 agar tidak ada lagi sekolah yang menyelenggarakan proses belajar mengajar (PBM) dua sesi yakni pagi dan siang.
"Sejalan dengan visi kota Padang 2019-2024 mewujudkan masyarakat yang madani berbasis pendidikan, pembangunan ruang kelas baru mendesak dilakukan," kata Kepala Bappeda Kota Padang Medi Iswandi.
Dari 76 unit ruang kelas baru yang dibangun lebih banyak untuk SD karena saat ini masih ada SD yang menyelenggarakan pendidikan dua sesi yaitu pagi dan sore.
Menurut dia, isu strategis yang mengemuka dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kota Padang adalah sarana dan prasarana pendidikan yang masih kurang.
Dalam lima tahun ke depan hingga 2024 direncanakan akan dibangun 500 ruang kelas baru dan 2020 76 unit, kata dia.
Sementara pada sisi lain angka rata-rata lama bersekolah di Padang saat ini sudah mencapai 11,4 tahun atau setara dengan kelas 2 SMA.