Jakarta (Antara Babel) - Ketua Fraksi Hanura (Hati Nurani Rakyat) di MPR Syarifuddin Suding mengatakan, Pancasila pada saat ini semakin tergerus pemahaman liberalisasi terutama dalam era globalisasi sehingga perlu direvitalisasi kembali.
"Dalam era globalisasi, Pancasila mulai tergerus akibat liberalisasi," kata Suding dalam siaran pers MPR yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, dampak tergerusnya Pancasila tersebut tidak dapat dihindarkan karena Indonesia juga merupakan bagian dari globalisasi bangsa-bangsa.
Selain itu, ia berpendapat bahwa masih adanya pejabat negara yang tidak amanah dalam menjalankan tugas juga membuat Pancasila tergerus maknanya di masyarakat.
Untuk itu, lanjutnya, kegiatan merevitalisasikan nilai-nilai Pancasila merupakan hal yang penting.
"Dituntut masyarakat untuk memahami Pancasila dan diaplikasikan dalam keseharian," pungkas Suding.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan Pancasila terbuka untuk ditafsirkan karena merupakan perwujudan segenap nilai-nilai luhur tidak hanya bangsa secara nasional tetapi juga secara global.
"Sebagai rangkuman nilai-nilai luhur, Pancasila membuka diri untuk terus didialogkan dan ditafsirkan secara bersama-sama, kemudian disepakati secara bersama pula," kata Hidayat Nur Wahid dalam siaran pers MPR yang diterima di Jakarta, Jumat (21/11).
Menurut dia, Pancasila bukanlah rangkuman nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia saja. Namun sila-sila yang ada dalam Pancasila merupakan rangkaian nilai-nilai luhur yang diakui masyarakat dunia.
Selain itu, ujar dia, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, bukan nilai-nilai yang lahir saat ini saja.
"Namun sudah ada sejak lama, bahkan berabad-abad yang telah silam," kata Hidayat.
Karena itu, ia mengemukakan bahwa menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal sebagaimana yang dilakukan rezim orde baru bukanlah langkah yang benar, dan menyalahi pemikiran yang sempat dikembangkan sang proklamator Soekarno.
Menurut dia, pada tahun 1952 ada sekelompok anak muda yang mendeklarasikan organisasi yang disebutnya memiliki asas tunggal Pancasila, namun oleh Bung Karno deklarasi itu ternyata dilarang.