Jakarta (Antara Babel) - Sebelum Zaman Es terakhir, antelop saiga
(sejenis rusa) mencapai jutaan jumlahnya dan menyebar dari Inggris
sampai Siberia, bahkan Alaska. Akhirnya bergerak ke stepa-stepa di Asia
Tengah sampai abad ke-20 dan kini terancam punah dan menjadi hewan yang
dilindungi.
Setelah pendekatan konservasi alam yang ketat, jumlah
antelop kini mencapai 250 ribu ekor. "In adalah kisah sukses yang
besar," kata Eleanor J. Milner-Gulland, ketua Saiga Conservation
Alliance seperti dikutip New York Times.
Namun keberhasilan ini
pupus manakala bulan lalu penyakit misterius telah membunuh sepertiga
jumlah antelop dunia, hanya dalam beberapa pekan.
"Saya bingung
dalam melukiskan dengan kata-kata," kata Joel Berger, ilmuwan senior
pada Masyarakat Konservasi Alam Liar (WCS). "Kehilangan 120.000 ekor
binatang dalam dua atau tidak pekan adalah fenomenal."
Sebuah tim
internasional yang terdiri dari para ahli biologi alam liar diterjunkan
untuk mengetahui penyebab matinya antelop-antelop ini.
"Apa pun
penyebabnya, ini berpotensi menyianyiakan upaya konservasi
bertahun-tahun, dan lebih jauh membahayakan spesies-spesies itu," kata
Aline Kuehl-Stenzel, koordinator spesies pada Convensi untuk Konservasi
Spesies Hewan Liar Berimigrasi.
Antelop saida adalah makhluk yang
menakjubkan. Pada musim semi, mereka berpindah ke stepa-stepa sampai
mencapai jumlah ribuan, betinanya biasanya melahirkan bayi kembar.
Antelop saiga bisa menempuh lebih dari 50 mil sehari saat berpindah, dan bisa berlari dalam kecepatan 40 mil per jam.
Para naturalis mengingat wajah bak kartun si hewan yang memiliki hidung besar seperti gajah.
"Strukturnya
menakjubkan," kata Dr. Kuehl-Stenzel yang meneliti saiga sejak 2003.
"Pada musim kawin, hidung pejantan membengkak, dan kemudian mereka
menggoyang-goyangkan kepalanya untuk mengeluarkan suara lembut."
Betina
lebih tertarik pada hidung berlemak si pejantan. Para ilmuwan yakin
hidung saiga juga berfungsi melindungi hewan ini dari debu yang
berterbangan dari tanah kering.
"Untuk beberapa hal, hidungnya
berfungsi sebagai penyaring," kata dia. "Namun mungkin juga berfungsi
mendingingkan udara sewaktu musim panas, dan pada musim dingin,
memanas."
Dari waktu ke waktu, antelop saiga mati dalam jumlah
besar. Hal besar terakhir terjadi adalah pada 2010 ketika 12.000 ekor
antelop saiga mati.
Sampai kini penyebab kematian hewan ini tidak bisa dipastikan, karena para biolog memang tak bisa mempelajarinya lebih dekat.
"Tidak
ada data sama sekali, dan oleh karena itu orang menjadi berspekulasi,"
kata Richard A. Kock, pakar penyakit alam liar dari Royal Veterinary
College, London.
13 Mei lalu Dr. Kuehl-Stenzel mulai mendapat
laporan dari para pejabat pemerintah Kazakhstan, salah satu dari lima
negara yang melestarikan antelop saiga, bahwa kematian massal itu sudah
dimulai.
Ratusan bangkai ditemukan yang kebanyakan adalah para betina induk dan bayi-bayinya. Beberapa hari kemudian, jumlahnya membesar.
Kematian
massal antelop ini kini 10 kali lebih besar dibandingkan peristiwa
serupa pada 2010. "Skalanya benar-benar tidak pernah terjadi
sebelumnya," kata Dr. Kuehl-Stenzel.
Dr. Berger mengatakan harus
segera mencari tahu apa yang menyebabkan antelop-antelop saiga ini mati
demi menjamin kelangsungan hidup jangka panjang spesies ini: "Kita tidak
akan berada di depan kurva jika kita tak memahami apa yang sedang
terjadi."
Pertanda Apakah Ini? Ribuan Antelop Mati Misterius
Rabu, 3 Juni 2015 16:26 WIB