Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pengaturan proyek dengan adanya penyetoran sejumlah uang dalam kasus yang menjerat Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin (TRP).
KPK, Senin (24/1) memeriksa tiga saksi untuk tersangka Terbit dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
"Tim penyidik mengonfirmasi ketiganya terkait dengan dugaan pengaturan berbagai proyek di Pemkab Langkat dengan adanya penyetoran sejumlah uang berupa 'fee' untuk kemudian diserahkan pada tersangka TRP," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Tiga saksi, yakni Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih yang juga saudara kandung Terbit dan dua pihak swasta/kontraktor masing-masing Marcos Surya Abdi (MSA) dan Isfi Syahfitra (IS).
Ketiganya juga merupakan tersangka kasus tersebut, namun penyidik memeriksa mereka dalam kapasitas sebagai saksi.
KPK total menetapkan enam tersangka. Sebagai penerima, yakni Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), Iskandar PA (ISK), Marcos Surya Abdi (MSA), Isfi Syahfitra (IS), dan Shuhanda Citra (SC) dari pihak swasta/kontraktor.
Sementara sebagai pemberi, yaitu Muara Perangin-angin (MR) dari pihak swasta/kontraktor.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar tahun 2020 hingga saat ini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga melakukan pengaturan dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan Suhardi selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar sebagai representasi Terbit terkait dengan pemilihan pihak rekanan mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
KPK menyebut agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase 'fee' oleh Terbit melalui Iskandar dengan nilai persentase 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang dan nilai persentase 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan dan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp786 juta yang diterima melalui perantaraan Marcos, Shuhanda, dan Isfi untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang "fee" dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, Terbit menggunakan orang orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.
KPK juga menduga ada banyak penerimaan-penerimaan lain oleh Terbit melalui Iskandar dari berbagai rekanan dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.