Yerusalem (ANTARA) - Puluhan ribu Muslim berbondong-bondong ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem pada Jumat (8/4) pertama Ramadhan untuk menunaikan shalat Jumat.
Ibadah itu dilaporkan berlangsung damai di tengah kekhawatiran akan kekerasan berulang antara warga Israel dan Palestina, yang pecah tahun lalu selama bulan suci umat Islam tersebut.
Sejak pagi, penduduk kota, seperti Bethlehem dan Ramallah di Tepi Barat yang dijajah, berbaris di pos pemeriksaan Israel untuk mengunjungi Al Aqsa.
Setelah dua tahun pembatasan COVID, Israel telah mengizinkan beberapa warga Palestina dari Tepi Barat yang mengantongi izin perjalanan untuk memasuki Yerusalem.
Namun, ketegangan kembali meningkat di kota suci umat Kristen, Yahudi, dan Islam itu. Seorang pria bersenjata warga Palestina menembak mati dua orang di sebuah bar di Tel Aviv pada Kamis (7/4).
Kejadian itu merupakan yang terbaru dalam serangkaian serangan maut di Israel.
“Kami berpikir mereka (Israel) tidak akan membiarkan kami masuk karena terakhir ada peningkatan ketegangan, tapi syukurlah semua baik-baik saja,” kata Hussein Abayat dari Bethlehem.
“Al Aqsa adalah hal yang paling berharga yang kami punya, kami melakukan apa pun semampu kami untuk mengunjunginya dan selebihnya kami serahkan pada Tuhan,” katanya.
Pasukan Israel dalam siaga satu di seluruh negeri dan "tidak akan ada batasan" dalam perjuangan mereka untuk "memberantas teror", kata Perdana Menteri Israel Naftali Bennett dalam pernyataannya.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk serangan pada Kamis itu sambil memperingatkan agar tidak ada serangan lanjutan ke Masjid Al Aqsa dan aksi provokatif kelompok pemukim ekstremis, menurut laporan kantor berita Palestina WAFA.
Beberapa hari sebelum awal Ramadhan, anggota parlemen Israel sayap kanan Itamar Ben-Gvir melakukan tur di komplek Masjid Al Aqsa, yang dikenal umat Yahudi sebagai Temple Mount.
Bagi warga Palestina, kegiatan itu dilihat sebagai provokasi.
Masjid Al Aqsa, yang berada di dataran tinggi di jantung kota Kota Lama Yerusalem, adalah salah satu situs yang paling sensitif dalam konflik Timur Tengah.
Tahun lalu, terjadi bentrokan malam antara warga Palestina dan polisi Israel selama bulan puasa.
Ancaman-ancaman pengusiran warga Palestina di Yerusalem Timur dan penggerebekan polisi di Masjid Al Aqsa memicu pecahnya perang Israel-Gaza selama 11 hari yang menewaskan lebih dari 250 warga Palestina di Gaza dan 13 orang di Israel.
Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967, kemudian mecaplok wilayah itu dalam gerakan yang tidak diakui secara internasional.
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina di masa depan.
Sumber: Reuters