Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri (Menkeu) Mulyani Indrawati mengatakan akan terus mengantisipasi dampak kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (Fed) senilai 75 basis poin (bps) ke kisaran 3,00 sampai 3,25 persen.
Artinya itu (langkah The Fed) predictable ya, tingginya level inflasi itu masih dianggap sebagai sebuah ancaman bagi The Fed, dan mereka sudah mengatakan bahwa prioritas utama dari The Fed adalah mengendalikan inflasi, kata Menkeu Sri Mulyani usai rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed berpotensi memperlemah pertumbuhan ekonomi AS yang juga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga Menkeu RI akan terus mengantisipasinya.
Mungkin itu akan mempengaruhi jelas terhadap proyeksi ekonomi dunia, pasti, karena dia ekonomi terbesar. Dan juga bisa mempengaruhi terhadap harga-harga komoditas, itu yang nanti harus kita antisipasi terus, kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyebut setiap negara, terutama negara-negara berkembang, perlu memperkuat resiliensi untuk menghadapi risiko capital outflow.
Sejak AS menormalisasi kebijakan melalui kenaikan suku bunga acuan The Fed pada 2022, capital outflow sudah terjadi dari negara berkembang sehingga International Monetary Fund (IMF) memprediksi 60 negara akan kesulitan membiayai anggaran atau membayar utang mereka.
Walaupun sudah disampaikan berkali-kali, proyeksi terhadap The Fed yang diperkirakan suku bunganya bisa mencapai di atas 4 persen tahun depan, sudah dimasukkan di dalam perkiraan dinamika dari capital flow, kata Sri Mulyani.
Ia optimis Indonesia akan mampu menghadapi dampak kenaikan suku bunga The Fed dengan neraca dagang yang masih surplus dan cadangan devisa yang stabil.
Jadi kita tetap harus waspada terhadap kemungkinan gejolak dari capital flow itu karena kenaikan suku bunga yang sangat hawkish, ucap Menkeu Sri Mulyani.