Moskow (ANTARA) - Rusia menuding Amerika Serikat menggerakkan perang di Ukraina, ketika menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri China mengenai "tangan tak terlihat" yang harus disalahkan dalam konflik tersebut.
Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, setelah Menlu China Qin Gang, mengatakan krisis Ukraina tampaknya dipanas-panasi oleh "tangan tak terlihat" yang berusaha memperluas dan meningkatkan konflik, serta menggunakannya sebagai agenda geopolitik tertentu.
"Di sini kami mungkin tidak setuju dengan mitra China kami. Ini tentu saja lelucon. Anda tahu apa leluconnya: ini bukan tangan yang tidak terlihat, ini tangan Amerika Serikat, ini tangan Washington, " kata Peskov kepada wartawan, Selasa.
"Washington tidak ingin perang ini berakhir. Washington ingin dan sedang melakukan segalanya untuk melanjutkan perang ini. Ini tangan yang terlihat," sambung Peskov.
Rusia berulang kali menyatakan AS dan sekutu-sekutunya memanfaatkan Ukraina untuk berperang melawan Rusia.
Narasi itu ditolak oleh Kiev dan Barat, yang mengatakan Ukraina berjuang untuk bertahan hidup melawan perampasan tanah oleh imperium Rusia.
Menyinggung prakarsa gencatan senjata dari China yang diumumkan bulan lalu, Peskov mengatakan Moskow terus berhubungan dengan Beijing.
"Negara besar, raksasa, kuat, dan berwibawa seperti China tidak boleh tidak menyuarakan pendapatnya dalam masalah-masalah yang menjadi agenda dunia. Kami sangat memperhatikan semua ide yang kami dengar dari rekan-rekan kami di Beijing," tutur Peskov.
Nada hormat seperti itu mencerminkan ketergantungan Moskow yang semakin besar kepada China pada saat bersamaan Barat berusaha mengisolasi Moskow dan menggempur ekonominya dengan sanksi.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping menandatangani kemitraan tanpa batas kurang dari tiga pekan sebelum Putin mengirim pasukannya ke Ukraina Februari tahun lalu.
China menolak menyebut Rusia sebagai agresor, sebaliknya sering mengkritik AS karena mengintimidasi negara lain dengan sanksi.
Pada saat yang sama, Beijing menyatakan keprihatinan yang mendalam bahwa konflik dapat meningkat atau lepas kendali.
Dalam komentar yang mungkin membesarkan hati Moskow, Qin mengatakan Beijing harus memajukan hubungannya dengan Rusia ketika dunia menjadi lebih bergolak.
Data perdagangan yang diterbitkan Selasa membuktikan hubungan komersial antara kedua negara bertetangga itu terus berkembang.
Ekspor China ke Rusia melonjak 19,8 persen dalam dua bulan pertama tahun 2023 dibandingkan periode sama tahun lalu, sementara impor melonjak 31,3 persen yang memicu efisit perdagangan China dengan Rusia sebesar 3,6 miliar dolar AS (sekitar Rp55,4 triliun) pada Januari dan Februari.
Perdagangan China dengan Rusia mencapai rekor tertinggi pada 2022 setelah Moskow terputus dari pasar Barat, dan Beijing mengambil kesempatan untuk membeli minyak Rusia dengan potongan harga.
Sumber: Reuters