Tanjung Pandan, Belitung (Antara Babel) - Hari masih gelap, sekitar pukul
04.00 WIB, namun hari itu, Rabu (9/3), orang-orang sudah ramai
berbondong-bondong menuju arah Pantai Tanjung Kelayang di Kecamatan
Sijuk, Belitung.
Dengan mobil, motor, semua tampak bergegas menuju arah pantai di mana mereka bisa menyaksikan gerhana matahari total (GMT).
Salah seorang warga lokal, Lili Suryanti (27) mengatakan Belitung belum pernah seramai ini.
"Setidaknya
itu jam 06.00 lah orang baru ramai. Ini sejarah buat Belitung jam
segini sudah ramai. Mungkin orang-orang penasaran ya," kata Lili di
Tanjung Kelayang pada Rabu (9/3).
Di pantai yang dinamai dari
kata "kelayang" atau burung walet itu, langit masih gelap gulita, namin
orang-orang mulai mengambil posisi di bibir pantai dan dermaga.
Derap-derap langkah bergerak dalam gelap.
Pantai Tanjung Kelayang
berombak lembut, semilir angin laut meniup lembut ke arah hati-hati
yang penasaran menyaksikan fenomena alam langka GMT yang hanya akan
terjadi di tempat yang sama sekitar 350 tahun yang akan datang.
Sekitar
pukul 06.21 WIB, langit Timur mulai tampak memerah, lalu kuning dan
kemudian berubah keperakan di balik awan-awan putih yang membayang.
Sementara Matahari perlahan kian meninggi dan waktu bergulir, belum
terjadi perubahan alam yang signifikan. Suhu udara masih terasa biasa
saja, angin laut bertiup perlahan seiring dengan desiran ombak laut yang
menyapu pantai pelan-pelan.
Pukul 06.42 WIB, Matahari sudah
tampak sedikit tertutup bulatnya Bulan. Para pengunjung pantai mulai
memasang kaca mata GMT. Sayangnya, awan menutup Matahari sehingga tak
bisa dilihat dengan jelas.
Para pengunjung yang awalnya antusias
lalu mengeluh kecewa. "Yaah, kenapa ada awan sih," seru beberapa
pengunjung yang berada di dermaga pantai Tanjung Kelayang pada Rabu
(9/3).
Namun kekecewaan tak sempat berlangsung lama karena pukul
06.56 WIB Matahari tampak lagi. Matahari sedikit demi sedikit mulai
tertutup bayangan Bulan mirip seperti Bulan sabit. Antusiasme para
pengamat meningkat, riuh gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai
menyaksikan kejadian alam itu.
Seolah-olah berlangsung dalam
waktu yang sangat cepat, sesuatu yang gelap bergerak naik ke angkasa dan
menyebar di sepanjang horison Barat. Kegelapan itu seolah-olah
membentuk badai besar tapi tak bersuara. Pantai Tanjung Kelayang senyap.
Kegelapan itu mulai mengambang di atas horison dan menyingkap cahaya
jingga layaknya senja kala.
Orang-orang ramai bersorak,
mengantisipasi sesuatu yang menakjubkan akan segera terjadi. Semua
mengenakan kacamata khusus yang dilengkapi filter Matahari yang mampu
menyaring radiasi inframerah Matahari wajib dipakai untuk menyaksikan
GMT. Menyipitkan mata ke arah Matahari.
Matahari masih tetap
cemerlang meski bentuknya sudah berubah menjadi seperti sabit tipis.
Birunya langit pun sudah berganti dengan biru abu-abu. Langit hitam
kemudian kian ketat membungkus sekeliling Matahari dan semakin
menelannya.
Sabit Matahari pun semakin tipis dan menyusut sirna,
menyisakan satu biji manik-manik yang tampak seperti sebuah batu berlian
pada cincin.
Sekitar pukul 07.20 WIB, Matahari total tertutup
oleh bayang-bayang Bulan menyisakan garis lingkaran cincin cahaya redup
nan tipis di sekelilingnya, yang disebut korona Matahari. Lagit menjadi
gelap gulita. Piringan hitam menggantikan posisi Matahari di langit
Belitung, dikelilingi cahaya putih korona lembut bak mutiara.
Untuk
sesaat, alam seolah-olah berhenti bergerak dan fokus ke langit saja.
Kemudian wisatawan bersorak sorai, terdengar pula sayup-sayup takbir
dari pengeras suara mushala dekat pantai. Sementara terdengar juga
tangis anak-anak yang turut menyaksikan gerhana. Durasi GMT di Belitung
sekitar dua menit 10 detik. Setelah itu, bayangan gelap Bulan melewati
para penonton dan berlari menuju Timur. Gerhana Matahari total usai
sudah.
Menteri Pariwisata Arief Yahya Menteri Pariwisata Arief
Yahya juga hadir di antara ribuan orang yang menyaksikan GMT. Arief
mengatakan fenomena GMT kali ini sangat menakjubkan karena menurutnya
ini adalah pengalaman pertamanya menyaksikan GMT.
"Dulu waktu GMT tahun 1983 saya masih sangat remaja, dan waktu itu tidak seheboh ini," kata Menpar.
Menteri
mengatakan GMT mampu menyedot wisatawan ke Belitung sejumlah 50.000
orang, naik 10 kali lipat dari catatan pengunjung saat akhir pekan.
Selain Menpar, aktris Pevita Pearce juga terlihat hadir satu panggung dengan Menpar.
Menpar
Arief Yahya dan Pevita tampak mengikuti tradisi Belitong Berebut Lawang
dalam Festival GMT di UPTD Pantai Tanjung Kelayang usai menyaksikan
GMT.
Menpar sempat melontarkan pantun untuk Pevita setelah ditantang tuan rumah untuk berpantun.
“Titik-titik di belakang koma, Pevita cantik siapa yang punya,” kata Arif kepada Pevita yang tersenyum di sebelahnya.
Pusat
Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan),
menyebutkan sejumlah daerah di Indonesia yang juga mengalami gerhana
Matahari total antara lain: Palembang, Bangka, Sampit, Palangkaraya,
Balikpapan, Palu, Poso, Luwuk, Ternate dan Halmahera.
Durasi GMT
terlama berada di Luwuk, sekitar dua menit 50 detik mulai pukul 07.30
WITA.Durasi GMT tercepat di Balikpapan, yakni satu menit sembilan detik
mulai pukul 07.25 WIB.
Sementara itu, 11 daerah yang mengalami
GMT sebagian adalah Padang, Bandung, Denpasar, Kupang, Surabaya,
Banjarmasin, Manado, Jakarta, Pontianak, Makassar, dan Ambon.
Seperti
diketahui, gerhana Matahari total terakhir kali di Indonesia terjadi
pada 11 Juni 1983 dengan jalur totalitas melewati Jawa, Sulawesi, dan
Papua. Selain itu, Lapan juga mencatat GMT juga pernah terjadi pada 18
Maret 1988 dengan jalur totalitas melintasi Sumatera dan Kalimantan.
GMT diprediksi akan dapat diamati kembali di Indonesia pada 20 April 2023 dengan jalur totalitas melintasi Papua.
Menyaksikan GMT di Belitung
Rabu, 9 Maret 2016 21:32 WIB