Taipei (ANTARA) - Kapal perang AS USS Milius berlayar melintasi Selat Taiwan pada Minggu (16/4), perjalanan yang oleh pihak angkatan laut AS pada Senin digambarkan sebagai pelayaran rutin, hanya beberapa hari setelah China mengakhiri latihan perang di kawasan pulau tersebut.
China, yang menganggap Taiwan sebagai wilayah mereka, secara resmi mengakhiri latihan perang selama tiga hari di sekitar Taiwan pada Senin lalu, di mana mereka latihan serangan terukur dan pengepungan terhadap pulau tersebut.
Latihan perang tersebut digelar sebagai bentuk kemarahan terhadap pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen yang bertemu Ketua DPR AS Kevin McCarthy, keputusan yang dianggap sebagai campur tangan terhadap urusan dalam negeri China, serta bentuk dukungan AS untuk pemisahan diri Taiwan dari China.
Menurut keterangan Armada ke-7 Angkatan Laut AS, kapal USS Milius, yang merupakan jenis kapal perusak berpeluru kendali kelas Arleigh Burke itu melakukan "transit rutin di Selat Taiwan" melintasi perairan "di mana kebebasan navigasi dan penerbangan laut lepas berlaku sesuai dengan hukum internasional".
Perjalanan kapal tersebut menunjukkan komitmen AS terhadap kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, demikian menurut pernyataan tersebut.
Kapal perang Angkatan Laut AS melintasi selat tersebut setidaknya sekali sebulan, dan secara rutin melakukan misi pelayaran serupa di kawasan Laut China Selatan yang bersengketa.
Pekan lalu, USS Milius berlayar mendekati salah satu pulau buatan serta pulau lainnya yang dikuasai China di Laut China Selatan, yaitu Mischief Reef. Beijing mengecam manuver AS tersebut sebagai tindakan ilegal.
Meski secara resmi sudah mengakhiri latihan perang di sekitar Taiwan, China tetap melakukan aktivitas militer di sekitar kawasan tersebut, meski dengan skala yang lebih kecil.
Pada Senin, kementerian pertahanan Taiwan mengatakan bahwa mereka melihat 18 pesawat militer China dan empat kapal perang beroperasi di sekitar Taiwan selama 24 jam.
China berkali-kali menegaskan bahwa mereka tidak akan ragu-ragu untuk menggunakan kekuatan militer bila diperlukan untuk menguasai Taiwan.
Namun Taiwan bersikeras dan mengatakan bahwa hanya rakyat Taiwan yang bisa menentukan masa depan mereka sendiri.
Sumber: Reuters