Jakarta (ANTARA) - Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Yogyakarta Ade Irma Sukmawati mengingatkan pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila di ruang digital untuk menghadapi beragam tantangan di jagat maya.
"Sangat penting mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam Pancasila ke ruang digital," ujar Ade dalam rilis pers, Kamis.
Dalam lokakarya "Jangan Mudah Terprovokasi! Jaga Persatuan dan Keberagaman di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/5), Ade menguraikan tentang tantangan bermedia digital di era sekarang ini. Ragam tantangan tersebut adalah perundungan siber, kejahatan siber, pornografi, judi online, dan cyber stalking.
Kejahatan siber, selain penipuan, juga informasi yang tidak benar atau hoaks. Begitu pula ujaran kebencian yang mengandung provokasi.
“Beberapa contoh kasus dari sejumlah tantangan tersebut, misalnya, berawal dari pertengkaran di media sosial, sejumlah remaja sekolah berkelahi hingga ada yang menjadi korban penganiayaan. Begitu pula provokasi di media sosial yang berujung pada tawuran antarsekolah,” kata dia.
Hal tersebut, kata Ade, disebabkan rendahnya tingkat literasi digital pengguna media sosial. Oleh karena itu, dia menilai sangat penting mengaplikasikan nilai-nilai luhur dalam Pancasila ke ruang digital.
Caranya adalah dengan menghindari pertemanan atau lingkungan yang memberikan dampak negatif, meningkatkan kecakapan penggunaan ruang digital sehingga memberikan manfaat yang optimal, serta memastikan setiap interaksi di ruang digital dapat memberikan rekam jejak yang positif.
Sementara itu, Pengurus Pusat Relawan TIK Indonesia I Gede Putu Krisna Juliharta yang juga menjadi pembicara memberikan sejumlah tips agar terhindar dari hoaks atau kabar bohong.
Cara pertama, kata dia, adalah dengan memeriksa alamat URL atau web penyebar kabar yang mengandung dugaan hoaks tersebut.
Kemudian, untuk memastikan apakah berita tersebut hoaks atau bukan, dapat diperiksa menggunakan fitur pemeriksaan fakta (fact checking).
Menurut dia, hoaks pada umumnya ditulis dengan tidak menggunakan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Berita palsu kerap membuat marah pembacanya sehingga terprovokasi. Oleh karena itu, cermati dulu isi berita tersebut dan pastikan kebenarannya. Selain itu, berpikirlah sebelum menyebarkan berita tersebut ke orang lain lewat media sosial,” pesan Krisna.
Adapun penulis dan pegiat seni Sarah Monica menambahkan bahwa dalam beraktivitas di dunia maya tetap dibutuhkan norma atau etika seperti halnya di dunia nyata.
Di ruang digital dikenal istilah netiket atau tata krama menggunakan internet. Dia mengatakan bahwa perlu kesadaran kuat mengenai aktivitas di internet yang tidak sekadar berurusan dengan layar monitor dan deretan huruf atau angka, tetapi juga dengan karakter manusia yang sesungguhnya.
“Yang bisa dilakukan untuk melawan konten negatif adalah dengan menganalisis konten tersebut, memverifikasinya, tidak turut serta menyebarkan konten negara, dan lawan dengan memperbanyak penyebaran konten positif,” ucap dia.
Sarah juga memberikan tips tentang bagaimana berselancar dengan aman dan nyaman di ruang siber. Pertama adalah bersikap kritis atau tidak mudah percaya dengan segala hal informasi yang beredar di internet.
Kedua, tenang dan tidak mudah terpancing terhadap segala provokasi. Ketiga adalah kreatif, yaitu selalu fokus untuk terus memproduksi konten yang positif.
Lokakarya literasi digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kemenkominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.