Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menegaskan bahwa Pemilu 2024 merupakan agenda politik yang sekadar prosedur untuk ditaati dan bukan jihad fi sabilillah.
Dengan demikian, pria yang akrab disapa Gus Yahya itu mengimbau agar seluruh rakyat Indonesia tidak perlu meneruskan antagonisme di antara pendukung calon presiden yang berbeda.
"Kita tidak perlu meneruskan antagonisme di antara pendukung yang berbeda-beda. Jadi, (pemilu) ini cuma prosedur, bukan jihad fi sabililah, bukan perang badar, bukan soal hidup (atau) mati. Ini cuma soal prosedur untuk menentukan pejabat pemerintah, dalam hal ini adalah presiden dan juga legislatif," kata Gus Yahya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
Dia juga menekankan bahwa NU bukanlah partai politik, sehingga posisinya sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam tidak memberikan dukungan terhadap calon presiden mana pun.
Oleh karena itu, NU tetap menjaga netralitas dan ketentraman masyarakat agar tetap harmonis dan tidak terjadi permusuhan antarkelompok karena agenda politik lima tahunan tersebut. Dia pun mengimbau agar masyarakat mendukung Pemilu 2024 sebagai prosedur untuk menentukan pemerintahan dan wakil rakyat Indonesia.
"Saya ingin sampaikan kepada masyarakat bahwa pemilu ini cuma prosedur yang harus dilewati secara rutin untuk menentukan pemerintahan. Kalau sudah selesai prosedur ini, ya siapa pun yang terpilih, siapa pun yang menjadi pemerintah, ya, itu adalah pemerintah dari seluruh rakyat Indonesia," tegasnya.
Sebelumnya, Gus Yahya menegaskan siapa pun yang ikut berpolitik tidak boleh menggunakan nama NU sebagai modal mengeruk suara.
"Siapa pun itu, walaupun orang NU, ndak boleh menggunakan identitas NU sebagai modal politik," ujarnya.
Pihaknya akan selalu mengupayakan politik bermoral dan tidak mengandalkan politik identitas yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan berdasarkan identitas tertentu.