Jakarta (ANTARA) -
“Saya kira sangat berbeda dengan di masa orde baru; Kali ini faktor-faktor yang berperan itu banyak dan bahkan juga ada dari penyelenggara Pemilu 2024 itu sendiri,” kata dia dalam webinar bertajuk Awasi Kecurangan Pemilu yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.
Ia menuturkan ketika bangsa melangsungkan Pemilu di masa orde baru, pemenangnya sudah dapat diprediksi sebelum sistem pemilihan itu sendiri di mulai.
Sistem yang dianut pun adalah sistem perwakilan berimbang, dan penyelenggaranya masih menjadi bagian dari pemerintah. Akibatnya, jumlah partai politik yang boleh mengikuti Pemilu dibatasi. Misalnya seperti pada 1977, hanya ada tiga partai yakni PPP, Golongan Karya dan PDI.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan Pemilu 2024, karena jumlah partai yang ikut jauh lebih banyak. Penyelenggara Pemilu juga menjadi lembaga yang independen dan tidak lagi berada di bawah kontrol pemerintah.
Sayangnya, bila sebelumnya pelanggaran yang dilakukan cenderung bersifat sporadik, di masa kini banyak pelanggaran dilakukan secara terang-terangan. Salah satu contoh yang dia berikan yakni banyaknya pihak yang mencoba mengintervensi serta diduga melakukan campur tangan merusak keadilan demokrasi.
“Padahal kita tahu, konstitusi sudah menjamin, demikian di undang-undang, kalau penyelenggara itu adalah wasit yang tidak boleh bermain atau terpengaruh oleh pihak-pihak lain, peserta Pemilu, termasuk juga pemerintah karena pemerintah adalah cerminan dari kekuatan partai politik,” ujarnya.
Contoh lain yaitu banyaknya laporan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu soal adanya dugaan pelanggaran Pemilu, namun tidak diusut atau diberikan sanksi yang sesuai sebagai bentuk tindak lanjutnya.
Ia menyoroti, di sisi lain sikap Presiden Joko Widodo yang seharusnya berperan sebagai mengawasi Pemilu sekaligus penegak keadilan bagi masyarakat, justru ikut memberikan komentar-komentar yang dianggapnya dapat diinterpretasikan sebagai keberpihakan.
Oleh sebab itu, ia meminta kepada seluruh masyarakat untuk aktif terlibat mengawal berjalannya Pemilu 2024 agar dapat diselenggarakan sesuai hukum yang berlaku, transparan dan adil bagi semua pihak.
Ia berharap masyarakat tidak hanya aktif untuk memberikan suaranya pada 14 Februari 2024 mendatang, namun juga aktif mengawasi serta berani melapor jika menemukan adanya dugaan pelanggaran Pemilu, sehingga bisa mendapat tindak lanjut secepat mungkin.
“Makanya itu situasi yang sama sekali berbeda dengan Pemilu sebelumnya, maupun apalagi dengan Pemilu di orde baru. Jadi ini harus ramai-ramai kita awasi,” kata dia.
Komisi Pemilihan Umum pada hari Senin, 13 November 2023, menetapkan tiga bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden menjadi peserta Pemilu presiden dan wakil presiden 2024.
Hasil pengundian dan penetapan nomor urut peserta Pilpres 2024 pada Selasa (14/11), pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. nomor urut 3.
KPU juga telah menetapkan masa kampanye mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024, kemudian jadwal pemungutan suara pada tanggal 14 Februari 2024.
Berita Terkait
Pengamat: Kejagung harus ungkap aliran uang ZR secara menyeluruh
19 November 2024 16:32
Pengamat: investasi emas tunggu penurunan Rp200 ribu
8 November 2024 14:39
Pengamat: Di bawah Donald Trump, Israel akan dapat dukungan lebih besar
6 November 2024 16:34
Pengamat: Royalti 10 persen timah tingkatkan pembangunan dan ekonomi Babel
5 November 2024 19:00
Pengamat yakin Shin Tae-yong punya taktik terbaik hadapi Jepang dan Arab Saudi
2 November 2024 18:39
Pengamat apresiasi Kejagung dalami dugaan korupsi impor gula
1 November 2024 17:21
Pengamat: Erzaldi - Yuri kandidat kuat di Pilgub Babel
24 Oktober 2024 16:43
Pengamat: Tiga faktor hambat pertemuan Megawati dan Prabowo
18 Oktober 2024 10:08