Pangkalpinang (ANTARA) - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya berhasil mengamankan seorang warga negara Bangladesh yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Nusa Tenggara Timur dan Australia Federal Police (AFP), Rabu (08/05/2024). Pria berinisial HR itu diduga kuat terlibat dalam penyelundupan manusia ke Australia.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Surabaya, Ramdhani dalam keterangan tertulis yang diterima di Pangkalpinang, Jumat (17/5) mengatakan, HR mulanya dilaporkan oleh istrinya yang merupakan warga negara Indonesia (WNI), S, pada 9 Januari 2024. Kala itu S mengaku bahwa suaminya meninggalkan rumah tidak diketahui keberadaannya.
"Istrinya juga menyampaikan bahwa HR terlibat dalam kegiatan ilegal mendatangkan WNA dari Bangladesh dan Pakistan untuk diberangkatkan ke
Australia,” tutur Ramdhani.
Atas laporan tersebut, pada 12 Januari dan 1 Maret 2024, S bekerja sama dengan petugas imigrasi untuk memancing HR agar keluar dari persembunyiannya. Selanjutnya, pada tanggal 2 April 2024 Kedutaan Besar Bangladesh mengonfirmasi bahwa HR memiliki rekam jejak kasus penyelundupan manusia.
Petugas imigrasi berkoordinasi dengan Subdit Penyidikan Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian serta AFP pada 24-25 April 2024 dalam mencari titik terang keberadaan HR.
Pada tanggal 26 April, petugas memanggil seseorang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang diketahui menjadi perwakilan HR. Ia membantu HR dalam rangka memproses layanan keimigrasian untuknya. Petugas memintanya mendatangkan HR dengan alasan menyelesaikan layanan keimigrasian. Di tanggal 28 April, petugas berkoordinasi dengan Polda NTT dan dinyatakan bahwa HR adalah DPO Polda NTT.
Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Saffar Muhammad Godam menerangkan, pada 13 Mei 2024 petugas imigrasi melimpahkan HR ke Polda NTT.
"Karena HR ini merupakan terduga tindak kriminal penyelundupan manusia DPO Polda NTT, maka kami limpahkan kepada Polda NTT selaku instansi
Sementara itu, pada konferensi pers yang diselenggarakan pada Jumat (17/05/2024), Wakapolda NTT Brigjen Awi Setiyono mengatakan, HR dan komplotannya menggunakan modus memasang iklan di aplikasi TikTok dengan menawarkan pekerjaan di Australia untuk menjerat korbannya. Salah satu korban WN India dimintai uang sejumlah 2.000 Dollar Australia.