Jakarta (ANTARA) -
"Ini bukan emas palsu. Emas-nya tetap asli sebagaimana standar Antam," kata Ketut dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Pria asal Bali itu menjelaskan, emas yang distempel oleh Antam itu sebagai emas ilegal karena diperoleh dari hasil yang ilegal. Misalnya, didapat dari penambang-penambang liar, dari luar negeri.
Secara aturan, emas yang akan distempel itu harus diverifikasi terlebih dahulu. Tapi dalam kasus 109 ton ini, emas ilegal tersebut bercampur dengan emas legal, sehingga menyebabkan memengaruhi suplai dari Antam dan terjadi kelebihan di pasaran dan memengaruhi harga pada saat itu, harga emas jadi turun.
"Ada selisih harga, ini yang kami lihat sebagai kerugian keuangan negara," kata Ketut yang juga menjabat Kejati Bali.
Jadi, kata dia, emas 109 ton yang distempel oleh Antam tersebut adalah emas asli yang perolehannya dengan cara ilegal.
"Ini sama kayak kasus timah kemarin, timah-nya asli, tapi karena dia pemilik lahan, tuan rumah dijual yang diperoleh dengan cara ilegal itu dengan PT Timah," katanya menjelaskan.
Terkait kekhawatiran masyarakat setelah muncul berita emas 109 ton yang diusut oleh Kejaksaan Agung sebagai emas palsu, Ketut menekankan, emas tersebut tetap asli.
"Itu emas asli, cuma tadi kalau bereda terlalu banyak seperti uang yang beredar, itu menyebabkan pasokan-nya banyak demand-nya sedikit. Sehingga harganya jadi turun, sehingga ada selisih harga pada saat itu," tutur Ketut.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan enam orang General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLN) PT Antam Tbk periode 2010-2022 sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola komoditas emas periode tahun 2010-2022 seberat 109 ton.
Keenam tersangka tersebut, yakni TK selaku GM UBPPLN periode 2010-2011, HN periode 2011-2013, DM periode 2013-2017, AH periode 2017-2019, MAA periode 2019-2021 dan ID periode 2021-2022.
Para tersangka selaku GM UBPPL PT Antam telah menyalahgunakan kewenangan-nya dengan melakukan aktivitas secara ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia.
Namun, para tersangka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan logam mulia milik swasta dengan merk Logam Mulia (LM) Antam.
Padahal, para tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merk LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar, karena merk ini merupakan hak ekslusif dari PT Antam.
Akibat perbuatan para tersangka, selama periode tersebut telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.
Sehingga logam mulia yang bermerk secara ilegal ini telah menggerus pasar dari logam mulia milik PT Antam, sehingga kerugiannya menjadi berlipat-lipat.
Berita Terkait
Kejagung sudah tetapkan 14 orang tersangka BTS Kominfo
16 Oktober 2023 14:08
Terkait gugatan praperadilan Tom Lembong, Kejagung: Itu hak tersangka
5 November 2024 17:39
Kejagung sebut tidak ada pemeriksaan Tom Lembong
5 November 2024 11:34
Kejagung tetapkan eks Dirjen KA Prasetyo tersangka korupsi
3 November 2024 23:28
Pengamat apresiasi Kejagung dalami dugaan korupsi impor gula
1 November 2024 17:21
Bambang Widjojanto: Kejagung harus perjelas kasus Tom Lembong
1 November 2024 15:24
Kejagung: Tom Lembong sudah diperiksa tiga kali sebagai saksi
30 Oktober 2024 16:07
Kejagung beberkan kasus korupsi impor gula yang jerat Tom Lembong
30 Oktober 2024 00:31