Pangkalpinang (ANTARA) - Judi online digemari oleh banyak orang karena keuntungan finansial yang diharapkan bisa diraih dengan mudah tanpa bersusah-payah.
Meski tentu, kalah dalam judi online juga merupakan keniscayaan nyata dan tidak bisa dihindari, yang bisa membawa kerugian terhadap para pemainnya. Keberuntungan dalam judi tidak selalu menjamin keberhasilan jangka panjang.
Kendati demikian, keuntungan yang diraih oleh pemenang dalam praktik ini tidak hanya digunakan untuk makan. Banyak dari mereka yang menggunakannya untuk melunasi utang dan lain sebagainya.
Dikutip dari laman NU Online, lantas bagaimana sebenarnya hukum membayar utang dengan uang hasil dari judi online?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu diketahui bahwa judi baik online maupun secara offline tidak dibenarkan dalam Islam. Dengan demikian, orang-orang yang terlibat dalam judi terjerumus dalam perbuatan yang terlarang.
Larangan ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Ma’idah: 90).
Dari ayat diketahui bahwa judi hukumnya haram, dan uang yang didapatkan dari praktik tersebut juga haram karena diperoleh dari cara yang dilarang dalam Islam. Sebab itu, menggunakan uang tersebut juga diharamkan.
Larangan ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya, “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).
Syekh Sulaiman bin Umar As-Syafi’i menjelaskan, kata al-bathil pada ayat adalah semua praktik yang dihasilkan dari cara-cara yang haram. Di antaranya adalah mencuri, ghasab, merampok, judi, suap-menyuap, dan lainnya.” (Sulaiman Al-Jamal, Al-Futuhatul Ilahiyah bi Taudhihi Tafsiril Jalalain lid Daqaiqil Khafiyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 227).
Hukum bayar utang dari hasil judi online dengan demikian, uang yang dihasilkan dari judi online adalah haram. Barang haram sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Sa’duddin At-Taftazani (wafat 793 H) terbagi menjadi dua bagian, yaitu: (1) haram karena esensinya (dzatiyah), seperti bangkai dan khamar; dan (2) haram karena faktor lain, seperti harta orang lain yang didapatkan dengan cara yang haram.
Faktor kedua ini, barangnya merupakan barang halal, hanya saja karena didapatkan dengan cara yang haram, maka menjadikannya sebagai barang haram pula.
Keharamannya juga karena disebabkan barang tersebut bukan menjadi miliknya, namun tetap menjadi milik pemilik aslinya. Karenanya ia tidak boleh menggunakannya untuk makan dan lainnya.
وَالثَّانِي مَا يَكُوْنُ مَنْشَأُ الْحُرْمَةِ غَيْرَ ذَلِكَ الْمَحَلِّ كَحُرْمَةِ أَكْلِ مَالِ الْغَيْرِ فَإِنَّهَا لَيْسَتْ لِنَفْسِ ذَلِكَ الْمَالِ بَلْ لِكَوْنِهِ مِلْكَ الْغَيْرِ
Artinya, “Kedua, yaitu barang yang penyebab haramnya selain esensi (barang) tersebut, seperti keharaman memakan harta orang lain, karena sesungguhnya (keharaman tersebut) bukan karena esensi barangnya, namun karena milik orang lain.” (At-Taftazani, Syarhut Talwih ‘alat Taudhih li Matnit Tanqih fi ushulil Fiqh, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1996], juz II, halaman 263).
Karena harta haram masih menjadi milik pemiliknya yang asli, maka menggunakannya tidak diperbolehkan. Termasuk juga menggunakannya untuk membayar utang sebagaimana kasus-kasus yang umum terjadi saat ini, yang mana hasil judi online digunakan untuk membayar utang.
Tidak hanya itu, semua akad atau transaksi yang dilakukan dengan cara yang rusak (fasid), hasilnya pun tidak halal, sehingga orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak boleh menggunakan barang yang diraih dari transaksi yang cacat tersebut.
Bahkan ia wajib mengembalikan uang yang didapatkan kepada pemilik aslinya. Berkaitan hal ini, Imam Syihabuddin Ar-Ramli (wafat 957 H) dalam kitabnya mengatakan:
سُئِلَ: هَلْ الْمَأْخُوذُ بِالْبَيْعِ الْفَاسِدِ مَعَ رِضَا الْمُتَبَايِعَيْنِ حَلَالٌ أَمْ لَا؟ فَأَجَابَ: بِأَنَّهُ لَا يَحِلُّ لِلْآخِذِ لَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ لِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلٍّ مِنْهُمَا رَدُّ مَا أَخَذَهُ عَلَى مَالِكِهِ
Artinya, “(Imam Ar-Ramli) ditanya: "Apakah barang yang didapatkan dari transaksi yang rusak dengan kerelaan dari kedua pihak dihukumi halal atau tidak?" Lalu ia menjawab: "Sesungguhnya tidak halal bagi orang yang mendapatkannya untuk menggunakannya, karena wajib bagi keduanya mengembalikan apa yang telah ia dapatkan kepada pemiliknya".” (Ar-Ramli, Fatawar Ramli, [Maktabah al-Islamiyah: tt], juz II, halaman 470).
Dari penjelasan dapat disimpulkan bahwa membayar utang menggunakan uang hasil judi online, sebagaimana marak terjadi saat ini, hukum tidak diperbolehkan. Karena status uang bukan menjadi hak miliknya yang halal, sehingga ia tidak berhak menggunakannya untuk apapun.
Jika sudah terlanjur terjadi, lantas bagaimana hukum menerimanya? menerima bayaran utang dari hasil judi hanya membahas hukum membayar utang dengan uang hasil judi saja rasanya belum lengkap jika tidak membahas hukum menerima uang dari hasil judi.
Sebab, kendati pun uang ini haram dan tidak boleh digunakan untuk membayar utang, masih saja banyak orang yang melakukannya. Lantas bagaimana hukum menerima uang tersebut? Merujuk penjelasan Syekh Abu Bakar Syatta Ad-Dimyathi, menerima harta dari orang yang hartanya bercampuran antara halal dan haram hukumnya makruh, dan tidak haram.
Namun jika penerima benar-benar tahu bahwa keseluruhan uangnya adalah nyata dari hasil yang haram, maka hukum menerimanya juga haram. (Syatta Ad-Dimyathi, Hasyiyatu I’anatit Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 1997], juz II, halaman 405).
Hukum penjelasan dapat disimpulkan, membayar utang dengan uang hasil judi adalah tidak diperbolehkan. Sedangkan hukum menerimanya adalah diperinci, yaitu: (1) jika tidak tahu bahwa uang itu benar-benar dari praktik judi, maka hukumnya makruh; dan (2) jika tahu bahwa uang tersebut dari judi, maka hukumnya haram.
Berita Terkait
Asep Firmansyah: judi online sebabkan kemiskinan baru di Indonesia
28 November 2024 14:50
Polisi sita barang bukti kasus judol senilai Rp167 miliar
25 November 2024 18:21
Kemkomdigi turunkan 21.456 konten terkait judi online
25 November 2024 13:33
Kemkomdigi kembali tindak 27.334 konten terkait judol
22 November 2024 19:23
Desk Judi Daring ajukan 651 pemblokiran rekening bank terkait judol
21 November 2024 17:53
Bareskrim tangkap 1 DPO kasus judi online situs W88
21 November 2024 14:41
Komitmen Kemkomdigi berbenah di tengah terpaan kasus judi "online"
20 November 2024 11:09
Jumlah tersangka kasus judol libatkan Komdigi jadi 23 orang
19 November 2024 14:40