Jakarta (Antara Babel) - Dewan Perwakilan Rakyat merupakan salah satu lembaga yang hadir melengkapi kelahiran Republik Indonesia.
Ketika DPR RI diinisiasi pada 29 Agustus 1945 yang saat itu bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Lembaga ini memang dirancang sebagai wadah keterwakilan rakyat dalam menjalankan pemerintahan negara yang baru sepekan lahir saat itu.
Dikutip dari laman resmi DPR RI, setelah Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai Undang-undang Dasar 1945.
Maka mulai saat itu, penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.
Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang.
Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia.
KNIP saat itu diketuai olah Mr Kasman Singodimedjo didampingi oleh tiga wakil ketua masing-masing Mr Sutardjo Kartohadikusumo, Mr J Latuharhary dan Adam Malik.
Pascaproklamasi kemerdekaan, sejumlah upaya dilakukan oleh Belanda untuk kembali masuk ke Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II yang kemudian mendapat perlawanan dari rakyat.
Salah satu perlawanan yang diperingati hingga saat ini peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 pada 27 November 1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes yang sekeras-kerasnya kepada Pucuk Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan Angkatan Laut, Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah Indonesia.
Ketika memasuki masa-masa pemilu pertama 1955, DPR RI diisi oleh berbagai kalangan politikus yang hadir melalui berbagai macam partai yang menjadi kontestan dari pemilu yang dinilai paling demokratis tersebut.
Pasang surut dinamika politik nasional sejak ditetapkan dekrit Presiden pada 1959 dan masa demokrasi terpimpin hingga pergantian rezim orde lama dengan rezim orde baru, peran parlemen juga mewarnai perjalanan bangsa.
Saat pergantian rezim dari orde baru memasuki masa reformasi, sekali lagi parlemen Indonesia melewati ujiannya. Keberpihakan pada rakyat dengan membiarkan kompleks parlemen dimasuki oleh ribuan mahasiswa pada 1998 ikut mewarnai perubahan sejarah Indonesia.
Dalam sejarah perjalanan DPR RI, anggota DPR periode 2014-2019 merupakan hasil dari pemilu ke-11 yang berlangsung selama sejarah Indonesia merdeka sejak 1945.
Tantangan dan harapan
Sejak era reformasi 1998 hingga saat ini, masih banyak harapan masyarakat atas kinerja anggota legislatif yang belum terpenuhi.
Masih banyak rakyat yang menilai anggota DPR RI belum sepenuhnya membawa dan mewujudkan aspirasi konstituennya. Padahal keberadaan anggota DPR RI di Gedung Parlemen baru bisa ada ketika memperoleh tiket suara yang diberikan konstituennya dalam pemilu berdasarkan daerah pemilihan masing-masing.
Di sisi lain, masyarakat juga mengharapkan partai politik yang mengikuti pemilu mampu menghasilkan kader-kader yang mampu menghasilkan kebijakan yang mengakomodasi kebutuhan dan bisa menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh rakyat.
Ketua DPR RI Ade Komarudin saat menyampaikan pandangan dalam Rapat Paripurna DPR RI memperingati ulang tahun DPR RI ke-71, awal pekan ini menegaskan pentingnya parlemen bekerja untuk kepentingan masyarakat.
Selain bersikap dan bekerja sesuai etika yang ada, Akom, demikian Ade Komarudin biasa disapa mengatakan anggota DPR RI bisa memperkuat sistem demokrasi yang tumbuh di Indonesia.
Tentang kinerja legislasi, Akom menilai banyak Undang-Undang yang sudah dihasilkan oleh DPR, namun turunan dari UU itu, seperti Peraturan Pemerintah, belum dikeluarkan oleh Pemerintah. Menurutnya, Pemerintah juga memiliki kesibukan menjalankan fungsinya.
Sementara itu Wakil Ketua DPR RI Fadly Zon mengatakan parlemen memiliki peran yang penting dalam menjaga pertumbuhan demokrasi.
Menurut politisi dari Partai Gerindra itu, DPR memiliki peran yang sangat luas tak hanya sekedar membuat undang-undang namun juga mendorong agar peraturan yang dihasilkan berguna bagi kepentingan masyarakat.
Dalam keterangan pers yang diterima media, Fadli Zon mengatakan ada tiga indikator bagaimana parlemen modern bisa terwujud, masing-masing transparansi, penguatan peran sebagai wakil rakyat dan juga kemampuan penguasaan teknologi.
Bagi Fadli Zon, perlu kerja keras semua anggota DPR untuk mewujudkan parlemen yang modern dan bisa bekerja untuk rakyat.
Salah satu tantangan terberat untuk mendorong peran parlemen dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik adalah kasus terkait korupsi.
Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didirikan pada 2004, sudah puluhan hingga belasan anggota DPR dari berbagai periode yang terjerat kasus korupsi.
Data dari KPK dan juga dilansir sejumlah media, DPR RI periode 2014-2019 sejak dilantik Oktober 2014, sudah tujuh dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) yang menjalani proses hukum karena kasus korupsi.
Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pimpinan DPR RI dan juga partai politik untuk mendorong kader-kadernya yang duduk di parlemen betul-betul menjalankan praktik pemerintahan yang bersih.
Berangkat dari masih perlunya upaya perbaikan tersebut, Ade Komarudin kemudian melontarkan ide sekolah parlemen.
"Tujuan kami peningkatan kualitas para legislator, anggota dewan yang selama ini diharapkan masyarakat berkualitas. Baik fungsinya sebagai pembuat undang-undang, penyusun APBN dan fungsi pengawasannya," ujar Akom pekan lalu.
Ia mengatakan anggaran yang digunakan untuk ide ini tidak besar dan lebih kepada memberikan sarana bagi anggota parlemen untuk bisa memahami fungsi dan tugasnya sebagai legislatif.
Dia menjelaskan dalam sekolah parlemen yang dia gagas nanti layaknya Lemhanas, namun dalam pendidikan ini akan dipelajari secara lebih detail tentang semua fungsi dan tugas DPR. Dia juga menyadari, gagasannya ini tergantung dengan partai politik dan sistem rekrutmen di dalamnya.
"Ini tergantung dengan partai politik itu sendiri," katanya.
Apapun usulan dan langkah yang dilakukan untuk membenahi kinerja anggota parlemen, itu bisa dimaknai sebagai sebuah usaha untuk meningkatkan kualitas parlemen di Indonesia.
Anggota DPR RI sejatinya merupakan wakil rakyat dan tumpuan harapan rakyat untuk mewujudkan cita-cita dan kehendak rakyat.