Jakarta (ANTARA) - DPR RI terus bertransformasi sebagai lembaga legislatif yang berkolaborasi hingga menyangga Pemerintah dalam menjalankan program-program untuk membawa visi menuju kemajuan.
Di tangan Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih yang akan memimpin Indonesia, terdapat visi "Bersama Indonesia Maju menuju Indonesia Emas 2045".
Visi tersebut pun kemudian diturunkan ke dalam tiga pilar misi, yakni delapan misi yang disebut sebagai "Asta Cita", 17 program prioritas, dan delapan program hasil terbaik cepat.
Menanggapi hal itu, DPR pun membuka tangan selebar-lebarnya kepada Prabowo yang akan "naik takhta" pada 20 Oktober 2024 untuk membawa Indonesia selama 5 tahun ke depan.
Selain menyiapkan Rancangan Anggaran Belanja Pendapatan Negara (RAPBN) Tahun 2025 yang memberikan keleluasaan kepada Pemerintah selanjutnya, para wakil rakyat di Senayan pun mengubah aturan soal batas kementerian.
Kini, Prabowo sudah bebas menentukan jumlah maupun nomenklatur kabinet pemerintahannya. Kabarnya, Kabinet Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka bakal memiliki 44--46 kementerian.
Kabar itu bocor dari informasi yang diterima di lingkungan DPR RI. Kebocoran informasi itu pun bersamaan dengan rumor terkait jumlah komisi yang bertambah.
Pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (15/10), soal jumlah komisi di DPR RI itu sudah dipastikan kebenarannya. Kini DPR RI bakal memiliki 13 komisi untuk masa 5 tahun ke depan.
Selanjutnya DPR RI bakal mulai bekerja secara normal pada hari setelahnya, yakni Rabu (16/10), yang juga diperingati sebagai Hari Parlemen Indonesia.
Dengan susunan baru pada hari spesial tersebut, DPR bakal memulai perjalanan dengan menjadi pengampu dan pengawas bagi strategi Prabowo untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju.
Penambahan komisi
Tugas dan fungsi komisi di DPR, yang kini memiliki sebanyak 13 komisi, tak jauh berbeda dengan periode sebelumnya sebanyak 11 komisi pada 2019--2024. Penambahan dua komisi itu hanya memecah pembidangan dari komisi yang sebelumnya ada.
Pimpinan DPR RI pun sebelumnya menyatakan bahwa penambahan komisi itu pun membuat jumlah mitra komisi-komisi semakin merata. Sebab, sebelumnya ada salah satu komisi yang dirasa memiliki mitra cukup banyak.
Namun penambahan sebanyak dua komisi itu akan berjalan efektif ketika Prabowo dan Gibran telah dilantik dan telah resmi mengumumkan nomenklatur kementerian yang baru.
Selain itu, Pimpinan DPD RI pun membuka kemungkinan terkait adanya penambahan komite di lembaga senator tersebut. Namun, mereka pun masih menunggu format baru kementerian pada era Prabowo.
MPR RI yang terdiri atas seluruh anggota wakil rakyat, baik DPR RI dan DPD RI, berkomitmen untuk selalu menjadi pengawal demokrasi dan memperkuat fungsi-fungsi parlemen yang selama ini sudah dilakukan.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa fungsi penganggaran dan legislasi pun perlu diperkuat untuk menunjang misi pemerintahan baru yang ingin membuat ekonomi tumbuh hingga 7--8 persen. Hal itu menjadi tugas yang menantang bagi para wakil rakyat.
Penambahan komisi menjadi salah satu cara untuk mengiringi irama pemerintahan di era Prabowo mendatang. Namun, sejatinya penambahan komisi di DPR bukan suatu persoalan yang bersifat fundamental.
"Kita perlu penganggaran yang efektif dan efisien, agar setiap rupiah yang kita keluarkan itu bisa menghasilkan pertumbuhan ekonomi," kaya Eddy.
Namun, penambahan komisi maupun komite itu diharapkan tak sekadar menyesuaikan jumlah kementerian. Parlemen juga perlu memastikan adanya pembenahan tata kelola itu agar fokus terhadap peningkatan kinerja para wakil rakyat.
Peneliti parlemen dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan bahwa hal yang paling penting adalah bagaimana komisi-komisi itu memaksimalkan peran anggota-anggotanya dengan beban tugas yang terukur dan bisa dinilai.
Dalam sebuah komisi memang harus ada pembagian kerja kepada setiap anggota dengan target dan evaluasi yang jelas.
"Harus ada kontrol internal komisi untuk memastikan kerja-kerja mereka mengarah pada tujuan peningkatan kinerja," kata Lucius.
Dengan begitu, tantangan yang akan dihadapi lembaga wakil rakyat tersebut bukan hanya soal memperdekat harapan bangsa demi memuluskan visi Indonesia Maju, melainkan juga tantangan internal soal manajemen setelah jumlah komisi diperbanyak.
Lebih menyerap aspirasi
Salah satu poin misi dalam "Asta Cita" Prabowo-Gibran yang berada pada urutan nomor satu adalah adalah memperkuat demokrasi. Dengan begitu, pasangan yang mendapatkan suara sebesar 58 persen dalam Pilpres 2024 itu tetap menganggap demokrasi merupakan hal yang penting bagi visi Indonesia Maju.
Parlemen yang menjadi lembaga representasi dari demokrasi pada periode 2024--2029 sepakat menyokong hal tersebut. Pada Rapat Paripurna terbaru, DPR sepakat membentuk Badan Aspirasi Masyarakat yang bakal menampung aspirasi masyarakat secara langsung dan tidak langsung.
Nantinya, badan tersebut bakal menghimpun dan menelaah aspirasi masyarakat dan menyampaikan hasil penelaahan kepada alat kelengkapan dewan (AKD) terkait untuk ditindaklanjuti.
Badan Aspirasi Masyarakat itu pun diusulkan dapat menghadirkan program lama parlemen, yakni Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Dengan begitu, setiap anggota DPR RI pun bisa mengusulkan program pembangunan di daerahnya masing-masing.
Di sisi lain, DPD RI pun mewacanakan hal serupa dengan DPR RI, yakni ide untuk membentuk Alat Kelengkapan Dewan (AKD) baru bernama Badan Pusat Pengaduan, untuk lebih intens menjaring aspirasi masyarakat.
Walaupun begitu, badan aspirasi tersebut jangan sampai menjadi corong satu-satunya bagi masyarakat yang hanya akan mempersempit penyaluran aspirasi. Bagaimanapun, lembaga wakil rakyat merupakan institusi yang secara mendasar memang mengurusi aspirasi rakyat.
Badan aspirasi itu harus didukung dengan manajemen serta kinerja yang baik karena, jika tidak, badan tersebut justru akan menghambat aspirasi rakyat.
Apalagi selama ini rakyat juga bisa langsung berhubungan dengan komisi terkait ketika mau menyampaikan aspirasi agar diperjuangkan.