Semarang (ANTARA) -
Tidaklah sulit untuk mengambil contoh kedua frasa tersebut, tinggal tulis "presiden terpilih" atau "wakil presiden terpilih" di Google muncullah apa yang kita cari. Muncullah sejumlah judul berita di sebuah media daring (online), antara lain, Prabowo Presiden Terpilih Janji Melanjutkan Pembangunan IKN. Ini salah satu contoh penggunaan istilah tersebut.
Begitu pula teras berita di sebuah media daring ternama di Tanah Air. Media online ini lebih memilih frasa tersebut dengan kalimat sebagai berikut.
Presiden terpilih Prabowo Subianto ditanya tiga kali pagi ini, Senin, 12 Agustus 2024, soal komitmennya melanjutkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Menteri Pertahanan itu menyampaikan, kalau bisa, dia akan menyelesaikan IKN yang digagas Presiden Joko Widodo.
Bahkan, di laman Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga ditemukan gabungan kata tersebut. Vide tautan https://www.kpu.go.id/berita/baca/12330/kpu-tetapkan-presiden-dan-wakil-presiden-terpilih-2024-2029.
Namun, teras dan tubuh berita dalam laman itu tetap menggunakan istilah pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih. Berita ini pada saat KPU RI menetapkan pemenang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI, 24 April 2024.
Sesuai dengan jadwal pelantikan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024—2029 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI pada tanggal 20 Oktober 2024.
Pada bulan yang sama, tepatnya pada tanggal 28 Oktober, bangsa kita memperingati Hari Sumpah Pemuda untuk mengenang Kongres Sumpah Pemuda pada tanggal 27—28 Oktober 1928.
Salah satu dari ketiga ikrar Sumpah Pemuda berbunyi: "Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."
Peran pers sangatlah penting dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam produk jurnalistiknya, baik berupa tulisan, foto, video, maupun audio.
Produk insan pers tidak sekadar menghasilkan karya yang berisi informasi aktual, faktual, penting, dan menarik serta bahasa komunikatif, tetapi juga harus taat asas.
Tidak hanya tunduk pada kaidah bahasa yang telah dibakukan (kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan tanda baca), tetapi juga menggunakan istilah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jika kita baca kembali Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 6A Ayat (4), frasa yang tertulis adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih.
Produk KPU terkait dengan istilah tersebut seharusnya tetap mengacu pada konstitusi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Namun, pada kenyataannya dalam Lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 terdapat frasa penetapan presiden dan wakil presiden terpilih.
Padahal, produk hukum KPU itu sudah dikonsultasikan dengan DPR RI dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat yang dihadiri Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 75 ayat (4) UU Pemilu.
Bisa jadi, kalangan wartawan menjadikan PKPU itu pedoman dalam penulisan presiden terpilih dan wakil presiden terpilih, seolah mengabaikan produk KPU berikutnya, baik berupa PKPU maupun keputusan KPU.
Apalagi, hingga sekarang belum ada pihak yang mengajukan uji materi PKPU Nomor 3 Tahun 2022 terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Agung (MA) berkaitan dengan istilah tersebut.
Oleh karena itu, seyogianya lembaga penyelenggara pemilu lebih cermat dalam penyusunan draf PKPU sebelum berkonsultasi dengan DPR RI dan Pemerintah agar penulisan istilah selaras dengan konstitusi dan UU Pemilu.
Dalam produk hukum berikutnya, istilah itu tidak ada dalam Keputusan KPU Nomor 504 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Begitu pula dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum (Pasal 50), tidak ada istilah presiden terpilih dan wakil presiden terpilih. Regulasi ini menggunakan frasa calon presiden terpilih dan calon wakil presiden terpilih.
Bunyi Pasal 50 selengkapnya sebagai berikut.
Ayat (1): Pasangan calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Ayat (2): Dalam hal calon wakil presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon presiden terpilih dilantik menjadi Presiden.
Ayat (3): Dalam hal calon presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon wakil presiden terpilih dilantik menjadi Presiden.
Ayat (4): Dalam hal calon presiden dan wakil presiden terpilih berhalangan tetap sebelum dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden maka Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih presiden dan wakil presiden dari dua pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua.
(5) Berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) meliputi:
a. meninggal dunia; atau
b. tidak diketahui keberadaannya.
Sebelum pelantikan, sebagaimana termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, bukan presiden terpilih atau wakil presiden terpilih.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Mappilu PWI Provinsi Jawa Tengah.