Jakarta (ANTARA) -
Sumadi, yang merupakan pegawai Sekretariat Divisi Pengamanan PT Timah tersebut, mengatakan bocornya informasi penindakan terlihat lantaran saat para petugas operasi gabungan mendatangi lokasi penambangan timah ilegal, sudah tidak terdapat para penambang ilegal dan hanya ada alat-alat penambangan-nya saja.
"Sering bocornya info tersebut terjadi di tahun 2022," ungkap Sumadi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan operasi gabungan penindakan terhadap penambangan timah ilegal dilakukan berdasarkan laporan dari Divisi Pengamanan PT Timah kepada aparat penegak hukum (APH).
Pelaporan dilakukan seiring dengan maraknya penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah. Saat itu, PT Timah melaporkan kepada Kepolisian Daerah (Polda), Polisi Militer (POM) TNI, hingga Komando Resort Militer (Korem) TNI, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pendampingan operasi gabungan bersama Divisi Pengamanan PT Timah.
Baca juga: Saksi: Penambang timah ilegal kerap kembali meski sudah ditertibkan
Baca juga: Dua petinggi smelter didakwa terima Rp4,1 triliun di kasus timah
Pelaporan kepada APH, kata dia, biasanya disampaikan melalui surat oleh staf PT Timah secara langsung kepada Kepala Polda (Kapolda) maupun Kepala Operasi (KaOps).
"Selain ke kepolisian, kami juga laporkan ke instansi lain," ujar dia menambahkan.
Sumadi bersaksi dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada tahun 2015-2022.
Kasus itu antara lain menyeret tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Kadid ESDM) Provinsi Bangka Belitung, yakni Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2021–2024 Amir Syahbana, serta Pelaksana Tugas Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Maret hingga Desember 2019 Rusbani alias Bani.
Suranto, saat menjabat sebagai Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015–2019, didakwa menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015–2019 yang isinya tidak benar terhadap lima smelter swasta.
Lima smelter dimaksud, yaitu PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa beserta serta PT Tinindo Internusa, masing-masing beserta perusahaan afiliasinya.
Sementara itu, Bani dan Amir disangkakan telah melakukan pembiaran atas kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah yang dilakukan kelima smelter swasta.
Kegiatan penambangan itu tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasi-nya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan-kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun.
Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.