Pangkalpinang (ANTARA) - Praktisi Pertambangan Timah, Ichwan Azwardi menyebutkan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) penambangan bijih timah masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih kaya potensi menjadi sumber daya serta cadangan.
Ichwan Azwardi dalam buku yang ditulisnya berjudul “Sisa Hasil Pengolahan (SHP) Penambangan Timah: Sumberdaya Nasional Komoditas Timah” ini lahir dari kegelisahan dan kebutuhan untuk meluruskan pemahaman publik mengenai status material sisa hasil olahan penambangan timah, khususnya penambangan rakyat di Bangka Belitung.
Ichwan menilai, hingga kini masih banyak perbedaan persepsi mengenai apakah material pasir sisa olahan tersebut termasuk tailing atau SHP (Sisa Hasil Pengolahan). Perbedaan definisi ini berdampak besar terhadap tata kelola, status hukum, hingga pemanfaatan material tersebut dalam jangka panjang.
Menurutnya, perdebatan tentang apakah material tersebut merupakan tailing atau bukan harus segera diluruskan karena implikasinya sangat fundamental.
“Jika disebut tailing, maka sesuai regulasi lingkungan hidup ia masuk kategori limbah B3 yang harus dikelola sebagai limbah. Namun jika itu adalah SHP, maka material tersebut masih dapat diolah kembali dan berpotensi menjadi sumberdaya serta cadangan,” jelasnya.
Regulasi minerba, lanjutnya, sudah mengamanatkan konservasi barang tambang secara optimal. Salah satunya melalui upaya mendapatkan nilai manfaat dari SHP.
“Karena itu, perlu dilihat kembali secara cermat apakah material hasil pengolahan penambangan timah masyarakat di Bangka Belitung ini benar-benar tailing, atau masih merupakan SHP yang dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya," katanya.
Melalui bukunya, Ichwan ingin menegaskan secara ilmiah bahwa SHP bukan limbah biasa, namun masih merupakan sumberdaya timah yang harus dikelola dan diusahakan secara serius.
“SHP memiliki potensi besar jika dikelola dengan pendekatan yang benar. Ini bukan semata produk sisa, tetapi bagian dari sumberdaya yang masih bisa memberikan manfaat,” ujarnya.
Ichwan merasa publik perlu memahami dua hal penting, yaitu pertama, penambangan yang tidak baik menimbulkan dampak besar mulai dari manfaat yang tidak optimal hingga kerusakan data sumberdaya dan cadangan nasional.
Yang kedua, SHP masih menyimpan peluang untuk mengoptimalkan pemanfaatan barang tambang, demi memastikan masa depan industri pertimahan yang lebih baik.
“Jangan sampai kita kehilangan kesempatan hanya karena salah memahami status material ini,” tegasnya.
Ichwan menyebut kondisi sumberdaya timah saat ini semakin menantang bukan karena mineralnya hilang, melainkan karena kerusakan data sumberdaya akibat praktik penambangan yang tidak terkelola dengan baik.
“Recovery yang rendah membuat mineral timah tersebar di dalam buangan-buangan SHP. Sebenarnya barangnya ada di depan mata, tapi untuk memastikan jumlahnya kita harus melakukan eksplorasi ulang,” katanya.
Ia menegaskan bahwa SHP harus dinyatakan sebagai potensi sumberdaya tambang. Dengan demikian setiap entitas yang terlibat dapat mengelola dan memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk menjaga keberlanjutan komoditas timah.
“Tata kelola yang baik menjadi kunci agar SHP memberikan nilai tambah dan memperpanjang umur komoditas,” ujarnya.
Menurut Ichwan, pemerintah dan pemangku kepentingan harus meninjau ulang pedoman pendefinisian sumberdaya dan cadangan dalam konteks SHP.
Ia menyoroti bahwa dalam kode KCMI dan SNI, klasifikasi sumberdaya membutuhkan peningkatan pengetahuan dan keyakinan geologi. Namun SHP tidak terbentuk secara geologi, melainkan sebagai hasil proses penambangan.
“Kondisi ini menimbulkan kontradiksi. Di lapangan kita melihat masyarakat mendulang timah di material SHP, sementara secara regulasi belum ada kejelasan statusnya. Ini harus segera diselesaikan agar tidak semakin banyak potensi yang hilang," jelasnya.
Dirinya berharap buku yang sedang ditulisnya ini dapat menjadi rujukan ilmiah bagi para pemangku kepentingan, akademisi, pelaku usaha, hingga masyarakat terkait optimalisasi SHP.
“Harapan saya, buku ini bisa memberikan masukan ilmiah yang membantu mengoptimalkan komoditas pertimahan nasional. SHP adalah peluang besar, dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya,” pungkasnya.
