Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan RI di bawah pimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menunjukkan taring-nya selama satu tahun masa pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Tanpa ragu, Kejaksaan mengungkap kasus-kasus besar dan menetapkan sosok-sosok besar sebagai tersangka.
Tidak hanya dari sisi penegakan hukum, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menunjukkan "taring"-nya dalam mendukung program-program pemerintah. Inilah rangkumannya.
Sisi penegakan hukum
Masih teringat jelas bagaimana publik meluapkan kekecewaan mereka usai Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya atas kasus penganiayaan berat terhadap Dini Sera Afrianti.
Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Heru Handoyo, dan Mangapul, menerima suap dari pengacara Lisa Rachmat dan ibunda Ronald Tannur, Meiriska Widjaja, untuk menjatuhkan hukuman bebas.
Terkuaknya kasus ini berkat upaya Kejagung yang menyelidiki di balik vonis bebas Ronald Tannur yang penuh tanda tanya.
Selain itu, terungkap pula peran Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, sebagai mafia peradilan yang membantu menyambungkan penegak hukum dengan pihak yang terjerat hukum di balik layar.
Selain itu, berangkat dari pengembangan kasus suap vonis bebas tersebut, Kejagung berhasil mengungkap kasus suap pada penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lewat pengungkapan kasus CPO, Kejagung juga berhasil mengembangkan kasus ini ke perkara perintangan penanganan perkara korupsi CPO dengan modus menyebarkan konten negatif mengenai Kejaksaan. Direktur Pemberitaan JAKTV, ketika itu, Tian Bahtiar ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.
Selanjutnya, Kejagung mencuri perhatian publik usai berhasil menangkap Hendry Lie, tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk. Hendry Lie, setelum tertangkap, buron selama tujuh bulan.
Penangkapan ini menjadi catatan signifikan dalam pelaksanaan tugas Kejaksaan lantaran Hendry bukan orang biasa. Dia adalah pendiri maskapai Sriwijaya Air.
Sejatinya, kembalinya Hendry Lie dari Singapura ke Indonesia dilakukan secara diam-diam dengan maksud menghindari petugas.
Namun, niatnya itu terendus oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Hendry langsung dicegat saat keluar dari pintu pesawat dan tak bisa mengelak. Upaya Hendry untuk mangkir pun berakhir dengan penangkapan ini.
Selain penangkapan Hendry Lie, Kejagung juga menetapkan sosok yang selama ini sulit tersentuh hukum sebagai tersangka, yaitu "saudagar minyak" Mohammad Riza Chalid.
Nama bos minyak itu sempat terseret dalam kasus skandal papa minta saham bersama Setya Novanto (selaku Ketua DPR). Pada saat itu, Riza Chalid seakan sulit tersentuh hukum.
Akan tetapi, pada tahun 2025, tak disangka nama bos minyak itu kembali mencuat saat penyidik pada Jampidsus membongkar kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kerja Sama (KKKS) tahun 20182023.
Putra dari Riza yang bernama Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Berangkat dari petunjuk yang ada, penyidik pun mulai menggeledah rumah milik Riza Chalid dan menyita dokumen serta uang tunai. Usai dilaksanakan penyelidikan, penyidik menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah tersebut.
Peran Riza Chalid dalam kasus tersebut adalah menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM Tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM. Padahal, PT Pertamina saat itu belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
Sosok signifikan lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka adalah pendiri aplikasi Gojek sekaligus mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim.
Nadiem ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook untuk digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek pada tahun 20192022.
Peran Nadiem dalam kasus ini adalah ia diduga mengatur agar program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek menggunakan Chromebook dengan berkomunikasi dengan pihak Google Indonesia.
Tidak hanya menetapkan tersangka, Kejagung juga berupaya memulihkan keuangan negara dengan menyita sejumlah aset-aset serta menerima pengembalian keuangan negara.
Tepat pada momen setahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Kejagung secara simbolis menyerahkan uang pengganti kerugian negara dari kasus dugaan korupsi ekspor CPO sebesar Rp13,2 triliun kepada negara, dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kejagung dalam Satgas PKH
Presiden Prabowo membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Dalam satgas ini, Kejagung terlibat aktif dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin bertindak sebagai Wakil Ketua I Pengarah Satgas PKH dan Jampidsus Febrie Adriansyah sebagai Ketua Pelaksana Satgas PKH.
Satgas ini tidak hanya berfokus menertibkan lahan kawasan hutan yang ditanami tanaman sawit ilegal, tetapi juga menguasai kembali kawasan lahan hutan yang dijadikan tambang ilegal dan menertibkan kasus pembalakan liar pada kawasan hutan yang dilindungi.
Per 1 Oktober 2025, Satgas PKH berhasil menguasai kembali 5.209,29 hektare lahan kawasan hutan yang dijadikan tambang ilegal. Selain itu, Satgas PKH juga kembali berhasil menguasai kembali 3.404.522,67 hektare lahan yang ditanami sawit ilegal.
Keterlibatan aktif Kejagung dalam Satgas PKH ini menunjukkan bahwa Korps Adhyaksa turut berpartisipasi dalam menjaga kekayaan alam Indonesia melalui penegakan hukum.
Kerja sama internasional
Kejagung tidak hanya memperkuat kerja sama secara nasional bersama kementerian/lembaga, tetapi juga memperkuat kerja sama internasional, salah satunya dengan ikut menandatangani deklarasi komitmen Kejaksaan seluruh negara anggota ASEAN.
Komitmen yang tertuang dalam Deklarasi Sanur Bali (Sanur Bali Declaration) tersebut ditandatangani Jaksa Agung ST Burhanuddin bersama Jaksa Agung se-Asia Tenggara dalam rangka memperkuat kerja sama dalam penegakan hukum lintas negara.
Jaksa Agung menyebut, alasan di balik penandatanganan ini adalah tantangan penegakan hukum ke depan akan semakin kompleks, terutama terkait kejahatan lintas negara seperti judi online, scamming (penipuan), tindak pidana korupsi, pencucian uang, hingga penyelundupan aset lintas yurisdiksi.
Pemulihan aset lintas negara pun menjadi aspek penting dalam pemberantasan kejahatan transnasional.
Maka dari itu, menurutnya, dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi yang optimal dengan tetap menghormati sistem hukum masing-masing negara.
Catatan keberhasilan Kejaksaan yang terangkum ini hanya sebagian kecil prestasi yang berhasil ditorehkan. Masih ada Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di daerah-daerah yang berhasil menangkap pelaku korupsi maupun kasus-kasus peradilan umum.
Pemerintahan tidak akan berhenti pada satu tahun ini. Diharapkan taring Kejaksaan akan semakin tajam pemerintahan ke depan demi tegaknya keadilan hukum di Indonesia.
